MEMINDAHKAN SPERMA KE PEREMPUAN LAIN ATAU HEWAN, PENCAMPURAN SPERMA ORANG LAIN

30 Oktober 2008

MEMINDAHKAN SPERMA KE PEREMPUAN LAIN ATAU HEWAN, PENCAMPURAN SPERMA ORANG LAIN


I. PENDAHULUAN
Para ahli Ushul fiqh telah membahas maqasid syari’ah, yakni untuk mewujudkan kemaslahatan umat yang berpangkal dari misi Islam "menjaga rahmad bagi alam semesta". Memindahkan bahkan mencampurkan sperma orang lain ini merupakan salah satu bahasan dari lima pokok ajaran Islam yang sangat perlu diperhatikan, yakni mengenai keturunan. Pada dasarnya pemeliharaan keturunan adalah demi menjaga ketetiban umat. 
Disini akan tampak perbedaan antara tradisi kelahiran manusia dan kelahiran hewan, hewan tidak ada permasalahan siapa ayah serta silsilah, tetapi manusia senantiasa memerlukan kejelasan baik pertanggungjawabannya di dunia maupun di akherat nanti.
Hubungan seks pada dasarnya adalah ibadah sehingga proses dan praktiknya pun harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam, yakni dalam perkawinan yang syah, sehingga ada pertanggungjawaban antara suami dan istri.
Dalam pembicaraan Hukum Islam antara “sah” dan “haram” itu terkadang bisa berjalan bersama-sama. Sebagai contoh adalah mengenai rahim sewaan, mungkin akan ada yang berpendapat melonggarkan konsep radha’ah (susuan). Namun dalam Islam, rahim adalah sesuatu yang sangat terhormat, sehingga perbuatan seperti itu tetap melanggar ketentuan Islam. Contoh lain adalah salat degan mengenakan pakaian ghasab atau hasil curian. Dalam kasus ini, shalat seseorang adalah sah, namun perbuatannya haram. Dalam istilah biologi istilah memindahkan sperma biasa disebut dengan inseminasi dan pencampuran biasa disebut bank nutfah.

II. PEMBAHASAN
Dalam dunia kedokteran, teknik pemindahan sperma pada manusia dapat dilakukan dengan: 
  1. Fertilazation in Vitro (FIV), yaitu dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, kemudia diproses dalam sebuah bejana atau vitro, setelah terjadi pembuahan lalu ditranfer dirahim istri.
  2. Gamet Intra Felopiah Tuba (GIFT), yaitu dengan mengambil sperma suami dan ovum istri, setelah terjadi pembuahan segera dimasukkan di saluran telur atau tuba jalopi.

Hukum Memindahkan Sperma Pada Hewan

Pada umumnya hewan baik yang hidup didarat, air, an juga terkadang diudara adalah halal dimakan dan dimanfaatkan manusia untuk kesejahteraan hidupnya, kecuali beberapa jenis makanan atau hewan yang dilarang jelas oleh agama.
Mengembangbiakkan semua jenis hewan yang halal adalah diperbolehkan dalam Islam, baik dengan jalan inseminasi alam (natural insemination) maupun dengan inseminasi buatan (artifical insemination). Dasar hukumnya adalah : 
1. Dasar Qiyas (analogi)

Lakukanah pembuahan buatan! Kalian lebih tahu tetang urusan dunia kalian
Kalau inseminasi pada tumbuh-tumbuhan itu diperbolehkan, kiranya pada hewan juga dibenarkan, karena kedua-duanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia, sebagaimana firman Allah Q. S. Qaf: 9-11, tentang cara menyelesaikan pesengketaan yang timbul antara kaum muslimin dan larangan memperolok.
2. Kaidah Hukum Fiqh Islam

Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sehingga ada dalil yang kongkret melarangnya
Dan karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang seara ekspilit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah. Namun mengingat misi Islam tidak hanya mengajak umat manusia beriman, beribadah, dan bermuamalah sesuai tuntutan Islam, melainkan Islam mengajak untuk berakhlakul karimah baik terhadap Tuhan, manusia, sesama makhluk termasuk hewan dan lingkungan hidup, maka perlu direnungkan sebab hewan makhluk hidup seperti manusia yang mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna memenuhi seksual instingnya, mencari kepuasan, dan melestarikan jenisnya di dunia. 
Hukum memindahkan sperma pada perempuan lain
Mengenai hukum inseminasi buatan pada manusia apabila dilakukan dengan sperma dan ovum suami istri, baik dengan cara mengambil sperma suami yang disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilezed ovum) ditanam didalam rahim istri, ini dibolehkan asal keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukannya.
 
Hajat (kebutuhan yang sangat penting atau necessity) diperlukan seperti keadaan darurat atau emergency, padalah keadaan darurat itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang”.
Sebaliknya kalau memindahkan sperma kepada wanita bukan istri atau dengan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan dan dihukumi sama dengan zina. Dalil syar’i yang mengharamkannya adalah: 
1. Firman Allah SWT:


Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahkluk yang telah Kami ciptakan”.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan sebagai mahkluk yang mempunyai keistimewaan dan kelebihan, sementara inseminasi dengan donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia (human diguty) sejajar dengan hewan.
2. Hadits Nabi SAW:

Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkam airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”. (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi).
Hadits ini, dapat menjadi dalil karena kata “...” itu dalam bahasa Arab bisa berarti “air hujan” dan bisa juga “benda cair” atau “sperma”, seperti pengertian yang dipakai dalam QS. Thaha : 53.

Tidak ada satu dosa yang lebih besar setelah syirik disisi Allah daripada setetes sperma yang dimasukkan oleh seorang laki-laki ke dalam rahim yang tidak halal baginya (bukan istrinya)”. 
Hadits tersebut menjelaskan bahwa memasukkan sperma ke rahim wanita lain adalah dilarang agama, sebab perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dosa besar setelah syirik.

3. Kaidah Hukum Fiqih Islam

Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahat/kebaikan”.
Proses inseminasi buatan memang mempunyai sisi maslahat, namun sisi madaratnya pun ada. Maslahatnya adalah dapat membentu pasangan suami istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misal karena saluran telurnya (tuka valupi) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah. Sementara madaratnya lebih besar, yakni:
  • Percampuran nasab, karena akan berkaitan dengan kemahraman dan kewarisan.
  • Bertentangan dengan sunnatullah.
  • Pada hakekatnya adalah zina, karena terjadi percampuran sperma dan ovum tanpa pernikahan yang sah.
  • Kehadiran anaknya akan dapat menimbulkan konflik dalam rumah tangga.
Hukum Pencampuran Sperma Orang Lain
Bahwasannya melakukan inseminasi buatan dengan sperma donor adalah tidak diperbolehkan, maka pencampuran sperma/bank nutfah itu pun dilarang. Karena dengan adanya bank sperma sebagai pemilik sperma tidak diketahui dengan jelas. Sementara sperma donor yang jelas pemiliknya pun tidak boleh. Perbuatan itu juga bisa mengarah kepada perbuatan zina.
Sesuai dengan Firman allah:

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

III. KESIMPULAN
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan:
  1. Proses pemindahan sperma pada hewan adalah boleh.
  2. Proses inseminasi buatan dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah adalah boleh, tetapi dengan sperma donor adalah haram hukumnya sama dengan zina.
  3. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya bank nutfah karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD ’45, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan martabat.
  4. Pemerintah hendaknya melarang keras praktek inseminasi buatan dengan sperma donor.

DAFTAR PUSTAKA

  • Zuhdi, Masjfuk; Masail Fiqhiyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1994.
  • Azizy, Ahmad Qodri; Islam Dan Permasalahan Sosial, cet. I, Yogyakarta : LKIS, 2000.
  • Abdul Madjid, Ahmad; Masail Fiqhiyyah, Pasuruan : PT. Garoeda Buana Indah, 2000.
  • Mangundiwirjo, Daldiri; Pendewasaan Masa Perkawinan Ditinjau Dari Kesehatan Jiwa, Surabaya : BKKBN, 1983.



Share:

0 comment:

Posting Komentar

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.