30 April 2011

KETENANGAN JIWA


1.      Pengertian Jiwa
Secara bahasa jiwa berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, nyawa atau alat untuk berfikir.[1] Sedang dalam bahasa Arab sering disebut dengan “an nafs”.[2] Imam Ghazali mengatakan bahwa jiwa adalah manusia-manusia dengan hakikat kejiwaannya. Itulah pribadi dan zat kejiwaannya.[3] Sedangkan menurut para filosof pengikut plotinus (para filosof Yunani), sebagaimana yang dikutip oleh Abbas Mahmud Al Aqqad dalam Manusia Diungkap Dalam Al Qur’an, bahwa jiwa menurut mereka adalah sinonim dengan gerak hidup / kekuatan yang membuat anggota-anggota badan menjadi hidup yakni kekuatan yang berlainan fisik material, dapat tumbuh beranak, dan berkembangbiak tingkat kemauannya lebih besar dari pada benda tanpa nyawa dan lebih kecil daripada roh, jiwa tidak dapat dipindah dari tempat ia berada.[4]
Kemudian dilihat dari kacamata psikologi, menurut Wasty Soemanto, jiwa adalah kekuatan dalam diri yang menjadi penggerak bagi jasad dan tingkah laku manusia, jiwa menumbuhkan sikap dan sifat yang mendorong tingkah laku.  Demikian dekatnya fungsi jiwa dengan tingkah laku, maka berfungsinya jiwa dapat diamati dari tingkah laku yang nampak.[5]
Dari sejumlah pemaparan di atas dapat diambil pemahaman bahwa jiwa adalah merupakan unsur kehidupan, daya rohaniah yang abstrak yang berfungsi sebagai penggerak manusia dan menjadi simbol kesempurnaan  manusia.  Karena manusia yang tidak memiliki jiwa tidak dapat dikatakan manusia yang sempurna.
 Jiwa menumbuhkan sikap dan sifat yang mendorong pada tingkah laku yang tampak. Karena cara-cara kerja jiwa hanya dapat di amati  melalui  tingkah laku  yang nyata.   Adapun pengertian jiwa di sini meliputi  seluruh aspek  rohani  yang di miliki  oleh  manusia, antara lain ; hati, akal, pikiran dan perasaan.

2.      Pengertian Ketenangan Jiwa
Kata ketenangan jiwa terdiri dari kata ketenangan dan jiwa. Sedangkan kata ketenangan itu sendiri berasal dari kata tenang yang mendapat sufiks ke-an. Tenang berarti diam tak berubah-ubah (diam tak bergerak-gerak); tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak ribut, aman dan tenteram (tentang perasaan hati, keadaan dan sebagainya). Tenang, ketenteraman hati, batin, pikiran.[6] 
Sedangkan jiwa adalah seluruh kehidupan batin manusia yang menjadi unsur kehidupan, daya rohaniah yang abstrak yang berfungsi sebagai penggerak manusia dan menjadi simbol kesempurnaan manusia (yang terjadi dari hati, perasaan, pikiran dan angan-angan). Kata ketenangan jiwa juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri sendiri, dengan orang lain, masyarakat dan lingkungan serta dengan lingkungan di mana ia hidup. Sehingga orang dapat menguasai faktor dalam hidupnya dan menghindarkan tekanan-tekanan perasaan yang membawa kepada frustasi.[7]
Jadi ketenangan jiwa atau kesehatan mental adalah kesehatan jiwa, kesejahteraan jiwa, atau kesehatan mental. Karena orang yang jiwanya tenang, tenteram berarti orang tersebut mengalami keseimbangan di dalam fungsi-fungsi jiwanya atau orang yang tidak mengalami gangguan kejiwaan sedikitpun sehingga dapat berfikir positif, bijak dalam menyikapi masalah, mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi serta mampu merasakan kebahagiaan hidup. 
Hal tersebut sesuai dengan pandangan Zakiah Daradjat bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara faktor jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.[8]
Kartini Kartono mengatakan, bahwa mental hygiene memiliki tema sentral yaitu bagaimana cara orang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa dalam pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, ketakutan serta konflik.[9] 
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya atau tenang jiwanya adalah orang yang memiliki keseimbangan dan keharmonisan di dalam fungsi-fungsi jiwanya, memiliki kepribadian yang terintegrasi dengan baik, dapat menerima sekaligus menghadapi realita yang ada, mampu memecahkan segala kesulitan hidup dengan kepercayaan diri dan keberanian serta dapat menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungannya.
Jadi orang yang tenang jiwanya adalah orang yang fungsi-fungsi jiwanya dapat berjalan secara harmonis dan serasi sehingga mumunculkan kepribadian yang terintegrasi dengan baik, sebab kepribadian yang terintegrasi dengan baik dapat dengan mudah memulihkan macam-macam ketegangan dan konflik-konflik batin secara spontan dan otomatis, dan mengatur pemecahannya menurut prioritas dan herarkinya, sehingga dengan mudah akan mendapat kan keseimbangan batin, dan jiwanya ada dalam keadaan tenang seimbang.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketenangan Jiwa
Semua orang ingin menjalani kehidupannya dengan penuh kebahagiaan dan ketenangan lahir dan batin. Adapun jiwa yang tenang,  sebagaimana yang diungkapkan dalam al-Qur’an surat AL-Fajr ayat 27-28:
يآيُّهَاالنَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ.لا ارْجِعِىْ اِلىَ رَبِّكَ رَاضِيَّةً مَّرْضِيَّةً.ج {الفجر: 27-28}
Hai jiwa yang tenang kembalilah Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.[10] (QS. al-Fajr: 27-28)
  
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa manusia yang memiliki jiwa yang tenang akan mendapatkan kebahagiaan di sisi Allah SWT., dan akan  dimasukkan  ke dalam  surga-Nya,  dengan  demikian  segala  yang  dilakukannya hanya semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT., serta  apa yang dilakukannya dipikir dahulu, apakah sudah sesuai dengan perintah Allah SWT atau tidak, sehingga semua perbuatannya akan bermanfaat karena disandarkan dengan niat untuk mencari ridha Allah SWT semata.  Ia lebih menginginkan hal-hal yang bersifat rohaniah, yang bisa mengisi jiwanya dan tidak cenderung mengejar kelezatan duniawi yang bersifat jasmaniah. Orang semacam ini jika dikaruniai kekayaan, tidak mengambil selain apa yang menjadi haknya sendiri, dan apabila ditimpakan kepadanya musibah bersabar serta bertawakkal kepada Allah SWT. 
Menurut imam Ghazali jiwa yang tenang ialah jiwa yang diwarnai dengan sifat-sifat yang menyebabkan selamat dan bahagia. Di antaranya adalah sifat-sifat syukur, sabar, taklut siksa, cinta Tuhan, rela akan hukum Tuhan, mengharapkan pahala dan memperhitungkan amal perbuatan dirinya selama hidup, dan lain-lain. Sifat-sifat yang menyebabkan selamat.[11]
Menurut Zakiah Daradjat dan Kartini Kartono ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketenangan jiwa di mana orang yang ingin mencapai ketenangan jiwa harus memenuhi beberapa faktor tersebut antara lain:
a.       Faktor agama
Agama adalah kebutuhan jiwa (psikis) manusia, yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, kelakuan dan cara menghadapi tiap-tiap masalah.[12]
Demikian juga dalam agama ada larngan yang harus dijauhi, karena di dalam nya terdapat dampak negatif dari kehidupan manusia. Orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT secara benar, di dalam hatinya tidak akan diliputi rasa takut dan gelisah. Ia merasa yakin bahwa keimanan dan ketaqwaannya itu aklan membawa kelegaan dan ketenangan batinnya. Firman Allah SWT:
الَّذِيْنَ امَنُوْا وَعَمِلُوا الصّلِحتِ طُوْبى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ. {الرّعد: 29}
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.[13] (QS. ar-Ra’d: 29)
Pelaksanaan agama (ibadah) dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi orang dari rasa gelisah dan takut. Diantara dari berbagai macam ibadah yanbg ada yaitu shalat secara psikologis semakin banyak shalat dan menggantungkan harapan kepada Allah SWT maka akan tenteramlah hati, karena dalam shalat itu sendiri mengandung psiko-religius (kekuatan rohaniah) yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme sehingga memiliki semangat untuk masa depan. Daripada itu tujuan utama dari shalat adalah ingin beraudiensi, mendekatkan diri dengan Allah supaya terciptalah kebahagiaan dan ketenangan hidupnya.
b.      Terpenuhinya Kebutuhan Manusia
Ketenangan dalam hati dapat dirasakan apabila kebutuhan-kebutuhan manusia baik yang bersifat fisik maupun psikis terpenuhi. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan kegelisahan dalam jiwa yang akan berdampak pada terganggunya ketenangan hidup.
Menurut Katini Kartono kebutuhan-kebutuhan yang harus terpenuhi oleh manusia adalah:
1)      Terpenuhinya kebutuhan pokok, hal ini karena setiap manusia pasti memiliki dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok. Dorongan-dorongan akan kebutuhan pokok tersebut menuntut pemenuhan, sehingga jiwa mwnjadi tenangdan akan menurunkan ketegangan-ketegangan jiwa jika kebutuhan tersebut terpenuhi.
2)      Tercapainya kepuasan , setiap orang pasti menginginkan kepuasan, baik yang berupa jasmaniah maupun yang bersifat psikis, seperti kenyang, aman terlindungi, ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Pendeknya ingin puas di segala bidang.
3)      Posisi status sosial, setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa diri aman, berani optimis, percaya diri.[14]
Menurut Zakiah Daradjat ada enam kebutuhan jiwa di mana jika tidak terpenuhi akan mengalami ketegangan jiwa. Kebutuhan jiwa tersebut adalah:
1)      Rasa kasih sayang
2)      Rasa aman
3)      Rasa harga diri
4)      Rasa bebas
5)      Rasa sukses
6)      Rasa ingin tahu.[15]
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1)      Rasa kasih sayang
Rasa kasih sayang merupakan kebutuhan jiwa yang penting bagi manusia oleh karenanya apabila rasa kasih sayang itu tidak didapatnya dari orang-orang disekelilingnya maka akan berdampak pada keguncangan jiwanya. Tetapi bagi orang yang percaya kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang maka kehilangan kasih sayang dari manusia tidak menjadikan jiwa gersang.
2)      Rasa Aman
Rasa aman juga kebutuhan jiwa yang tidak kalah pentingnya. Orang yang terancam, baik jiwanya, hartanya, kedudukannya ia akan gelisah yang berujung pada stres. Apabila ia dekat dengan Allah SWT tentu rasa aman akan selalu melindungi dirinya.
3)      Rasa harga diri
Rasa harga diri juga merupakan kebutuhan jiwa manusia, yang jika tidak terpenuhi akan berakibat penderitan. Banyak orang merasa diremehkan, dilecehkan dan tidak dihargai dalam masyarakat terutama dalam hal harta, pangkat keturunan, dan lain sebagainya itu tentu perlu dipenuhi. Namun sebenarnya hakekat itu terletak pada iman dan amal soleh seseorang
4)      Rasa bebas
Rasa ingin bebas termasuk kebutuhan jiwa yang pokok pula. Setiap orang ingin mengungkapkan perasaannya dengan cara yang dirasa menyenangkan bagi dirinya. Namun semua itu tentunya ada batas dan aturan yang harus diikutinya agar orang lain tidak terganggu haknya. Kebebasan yang sungguh-sungguh hany terdapat dalam hubungan kita dengan Allah SWT
5)      Rasa sukses
Rasa sukses yang merupakan salah satu kebutuhan jiwa. Kegagalan akan membawa kekecewaan bahkan menghilangkan kepercayaan seseorang kepada dirinya. Islam mengajarkan agar orang tidak putus asa. Tidak tercapainya suatu keinginan belum tentu berarti tidak baik. Bahkan kegagalan itu akan lebih baik kalau manusia mengetahui sebab serta dapat mengambil hikmah dari kegagalan itu.
6)      Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu juga termasuk kebutuhan jiwa yang pokok yang jika terpenuhi akan berdampak pada tingkah laku. Orang akan merasa sengsara apabila tidak mendapatkan informasi atas ilmu yang dicarinya. Namun tidak semua ilmu itu dapat diketahuinya karena keterbatasan yang ada pada dirinya.


[1]Irwanto dkk., Psikologi Umum,  (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991), hlm. 3. 
[2] Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia,  (Jakarta: Hadikarya Agung, 1989), hlm. 462.
[3] Imam  Ghazali, Keajaiban Hati, (terj.) Nur Hicmah, Dari Ajaib Al Qalb,  (Jakarta: Tirta Mas,1984), hlm. 3. 
[4] Abbas Mahmud Al-Aqqad, Manusia Diungkap al-Qur’an,  (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 38. 
[5] Wasty Soemanto, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 15. 
[6] Tim Penyusun  Kamus Pusat Pembinaan  Dan Pengembangan  Bahasa,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. iv, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 927. 
[7] Zakiah  Daradjat, Kesehatan Mental, cet. 9, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 11-12. 
[8] Ibid., hlm. 13. 
[9] Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene  Mental  dan Kesehatan  Mental  Dalam Islam, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm 4.
[10] Muhammad Noor, dkk., op. cit., hlm. 475.
[11] Imam Al Ghazali, op. cit., hlm. 123..
[12] Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental.cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 52.
[13] Muhammad Noor, dkk., op. cit., hlm. 201.
[14] Kartini Kartono, op. cit., hlm. 29-30.
[15] Zakiah Daradjat, Kebahagiaan, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1990), hlm. 33-35.
Share:

29 April 2011

MOTIVASI


1.      Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu”.[1] Sedangkan dalam bahasa Inggris kata motivasi adalah berasal dari kata “motivation” yang berarti “daya batin atau dorongan”.[2]
Menurut Clifford T. Morgan:
Motivation is a general term it refers to states within the organism to behaviour and to the goals to words which behaviour is directed in other words motivation has three aspect: 1) Motivating state within the organism; 2) Behaviour arosed and directed by this state and; 3) The goal to words which the behaviour is directerd”.[3]

“Motivasi adalah istilah umum yang menunjukkan kepada keadaan (kondisi) yang menggerakkan kepada tujuan atau tingkah laku akhir. Dengan kata lain motivasi mempunyai tiga aspek yaitu: 1) Keadaan yang mendorong; 2) Tingkah laku yang didorong; 3) Kondisi yang memuaskan atau meringankan keadaan yang mendorong”.

Menurut Az-Zahrani sebagaimana dikutip oleh Sari Narulita motivasi adalah kekuatan yang mampu memunculkan aktivitas dalam diri manusia.[4] Hal ini dimulai dari adanya perilaku yang diarahkan pada tujuan tertentu yang menjadikan aktivitas tersebut adalah satu tugas yang harus dilaksanakan.[5]
Menurut Mustaqim motivasi adalah keadaan jiwa individu yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan.[6]
Dari beberapa pengertian tentang motivasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa secara harfiah motivasi berarti dorongan, alasan, kehendak atau kemauan, sedangkan secara istilah motivasi adalah daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan, baik yang didorong atau dirangsang dari luar maupun dari dalam dirinya.
Secara etimologi kata motivasi berasal dari bahasa Inggris, ‘to motive’, to provide’, yang artinya memberi alasan untuk berbuat sesuatu dengan tujuan. Secara terminologi motivasi diartikan sebagai suatu persiapan untuk menunjang terwujudnya perbuatan sadar untuk mencapai tujuan tertentu. [7]
Pengertian seperti di atas didasarkan pada suatu pemikiran bahwa manusia berbuat mungkin karena faktor-faktor dari luar dirinya atau karena faktor-faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Perbuatan-perbuatan itu mungkin juga terjadi karena gabungan kedua faktor tersebut. Faktor dari dalam disebut “motivasi” dan faktor dari luar lebih dikenal dengan istilah “stimulus”.
Dalam konteks tingkah laku, dorongan atau motivasi datang dari kita sendiri. Orang lain mungkin dapat memberikan ilham, pengaruh, ataupun memerintah kita melakukan sesuatu, namun apa yang menjadi motivasi adalah diri kita sendiri yang menentukan nya. Motivasi yang datang dari diri sendiri, membangkitkan kegairahan, energi, serta kemauan untuk membuat perubahan menuju perbaikan kualitas diri.[8] Sementara itu Musthafa Fahmi menegaskan bahwa;
 اَمَّا مِنْ نَاحِيَةِ اْلمَعْنَى السِّيْكُلُوْجِىِّ، فَكَلِمَةُ (دَافِع) اِصْطِلاَحٌ يُطْلَقُ فَقَطْ عَلىَ الْبَوَاعِثِ الذَّاتِيَّةِ اَوِ الْبَاطِنِيَّةِ وَالدَّوَافِعُ بِهذَا اْلمَعْنى الْخَاصِّ عِبَارَةٌ عَنْ قُوَّةٍ دَاخِلِيَّةٍ مُوَجِّهَةٍ، وَنَقْصُدُ بِذلِكَ اَنَّهُ يَنْشَأُ دَاخِلَ اْلفَرْدِ[9].
Adapun dari segi psikologi, maka kata (motivasi) merupakan istilah yang digunakan untuk motivasi yang bersifat fisik maupun psikis; (sedangkan) motivasi dalam arti khusus merupakan ungkapan kekuatan dalam (psikis) yang tampak, maksudnya motivasi tersebut timbul dalam pribadi seseorang.

Ada beberapa tokoh dan cendekiawan terutama yang berkecimpung pada kajian-kajian yang memberikan definisi tentang motivasi sebagai keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan lebih lanjut.
Bimo Walgito menjelaskan bahwa motivasi memiliki tiga aspek; pertama, keadaan terdorong dari dalam arti organisme (a driving state) yaitu persiapan bergerak karena kebutuhan, kedua, perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan, ketiga, tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.[10]  Bimo Walgito juga berpendapat hampir sama, menurut Pandji Anaraga, motivasi adalah kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah tujuan tertentu.[11]
Irwanto mengartikan bahwa motivasi sering disebut penggerak perilaku (the energizer of behaviour).[12] Sarlito memberikan definisi motivasi secara lebih komprehensif, motivasi merupakan istilah yang lebih umum menunjuk pada keseluruhan proses gerakan itu, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dari dalam individu, gerakan yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan tujuan atau akhir dari gerakan (sebuah perbuatan).[13]
Ahmad Janan Asifudin mengartikan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mendorong timbulnya perbuatan atau perilaku bertujuan’ manusia, baik yang berasal dari dalam atau dari luar diri orang tersebut, termasuk keyakinan, rangsangan lingkungan, situasi, dan keadaan atau kejadian yang di timbulkan oleh orang lain yang kemudian mendorong dilakukannya suatu perbuatan atau tingkah laku.[14]
Menurut Frederick Mc Donald yang dikutip oleh Wasty Soemanto memberikan sebuah definisi tentang motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan. Definisi ini ditandai dengan tiga hal yaitu; 
1)      Motivasi dimulai dengan perubahan tenaga dalam diri seseorang
Kita berasumsi bahwa setiap perubahan motivasi mengakibatkan beberapa perubahan tenaga di dalam sistem neurofisiologis dari pada organisme manusia.
2)      Motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif
Dorongan afektif ini tidak mesti kuat, dorongan afektif yang kuat, sering nyata dalam tingkah laku. Di lain pihak ada pula dorongan afektif yang sulit diamati.
3)      Motivasi  ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan
Orang yang termotivasi, membuat reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada usaha mencapai tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan tenaga dalam dirinya. Dengan kata lain motivasi memimpin ke arah reaksi-reaksi mencapai tujuan.[15]
Dengan ketiga tanda di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang  ada pada  diri manusia, kemudian   bertindak atau melakukan  sesuatu semua ini di dorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.  
Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong untuk memenuhi kebutuhan. Menurut M. Usman Najati sebagaimana dikutip oleh Abdul Rahman Sholeh, motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi memiliki 3 komponen pokok yaitu;
1)      Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
2)      Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.
3)      Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.[16]
Dari beberapa pengertian tentang motivasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri seseorang karena adanya kebutuhan atau keinginan yang mendorongnya untuk melakukan aktifitas atau kegiatan- kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan, baik yang didorong atau dirangsang dari luar maupun dari dalam dirinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang timbul karena adanya kebutuhan sehingga menyebabkan keseimbangan dalam jiwa seseorang terganggu, padahal motivasi merupakan hal yang tidak bisa diamati akan tetapi sesuatu hal yang dapat disimpulkan lewat tingkah laku seseorang dalam berbuat atau beraktifitas tersebut dilatarbelakangi oleh motif, disebut jaga tingkah laku bermotivasi.
Dalam perumusan mengenai tingkah laku bermotivasi tersebut dapat diketahui unsur-unsurnya yaitu kebutuhan yang merupakan dasar dari adanya motif, kemudian diwujudkan dalam tingkah laku atau aktifitas dan diarahkan untuk mencapai tujuan, yang mana hal tersebut dilakukan berulang ulang atau sesering mungkin apabila hal tersebut memuaskan.
Antara kebutuhan, tingkah laku atau perbuatan, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang erat. setiap perbuatan atau aktifitas disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi karena seseorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan. Apabila tujuan tersebut tercapai maka akan merasa puas. Aktifitas yang memberikan kepuasan terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang kembali.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud motivasi adalah suatu kebutuhan yang mendorong perbuatan atau perilaku yang bertujuan perbuatan sadar, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri orang itu, termasuk keyakinan, rangsangan lingkungan, situasi dan keadaan atau kejadian dari suatu gerakan atau perbuatan. Lebih singkatnya motivasi adalah suatu persiapan untuk mencapai tujuan tertentu. Atau minat dan antusias seseorang untuk  melakukan sesuatu.

2.      Macam-macam Motivasi
Motivasi sebagai kekuatan mental individu memiliki tingkatan-tingkatan. Setiap manusia yang normal, ketika hendak melakukan perbuatan, pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Setiap orang atau santri dalam melakukan suatu pekerjaan oleh banyak orang belum tentu mempunyai  tujuan yang sama. Orang atau santri bisa berbeda-beda dalam sebagian tujuan yang ingin dicapai, tetapi mungkin mereka sepakat pada tujuan yang lain.
Manusia mempunyai banyak kebutuhan. Di antaranya, kebutuhan dasar yang harus dipenuhinya. Karena dengan adanya pemenuhan akan kebutuhan  dasar inilah yang dapat bertahan hidup. Selain itu juga ada kebutuhan yang penting dan urgen dalam mewujudkan keamanan dan kebahagiaan darinya.[17]
    Berdasarkan gambaran di atas motivasi di golongkan menjadi dua bagian; motivasi psikologis dan motivasi kejiwaan dan spiritual. 
a.       Motivasi Psikologis
Merupakan motivasi yang fitrah dan sudah menjadi tabiat dan bawaan manusia sejak dilahirkan. Motivasi ini berhubungan erat dengan kebutuhan tubuh dan juga segala sesuatu yang berkaitan dengan bentuk fisik.[18]
Menurut al-Ghazali dalam bukunya Dr H. Abdullah Hadziq, MA. yang berjudul “Rekonsiliasi Psikologi Sufistik Dan Humanistik”,  mengatakan  pada dasarnya  munculnya tingkah laku manusia, secara psikologis, disebabkan oleh kekuatan yang menggerakkan, sehingga ia tergerak melakukan suatu perbuatan tertentu.
Menurut al-Ghazali, mengenai motivasi dalam hubungannya dengan tingkah laku psikologis ada dua yaitu;
1)      Dorongan Fisiologis, yang dimaksud dorongan fisiologis tersebut adalah potensi internal yang memunculkan  tingkah laku manusia  ke arah pemenuhan  kebutuhan  fisiologis. 
2)      Dorongan Psikologis, munculmya tingkah laku psikologis  manusia yang cenderung baik dan terpuji, menurut al-Ghazali, lebih disebabkan oleh tiga faktor pendorong sebagai berikut; (a) pendorong ke arah kebutuhan akan penghargaan yang berupa perolehan  pahala dan surga dari Allah, (b) pendorong  ke arah  kebutuhan akan sanjungan dari Allah, (c) pendorong ke arah kebutuhan akan keridhaan Allah dan  kedekatan  dengannya.
Munculnya  perinkat / derajat  motivasi psikologis di atas, nampaknya dipengaruhi  oleh niat yang dijadikan dasar pijakan.[19]
b.      Motivasi Kejiwaan dan Spiritual
Motivasi kejiwaan dan spiritual merupakan motivasi yang terkait dengan kebutuhan manusia baik secara kejiwaan maupun secara spiritual. Tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan manusia secara biologis. Motivasi ini dua hal yang sangat penting bagi manusia, yaitu sebagai berikut:
1)      Motivasi kejiwaan
Motivasi kejiwaan sering disebut dengan motivasi kejiwaan dan sosial, karena dapat memenuhi kebutuhan kejiwaan setiap individu dari satu sisi, yang tampak pada perkembangan individu masyarakat, hasil dari optimismenya dan interaksinya dengan sesamanya. Di sisi lainnya merupakan motivasi fitrah manusia, seperti halnya kebutuhan untuk berkembang.
2)      Motivasi spiritual
Motivasi spiritual merupakan motivasi yang berkaitan dengan aspek spiritualitas pada diri manusia, seperti halnya motivasi untuk tetap konsisten dalam melaksanakan ajaran agama; motivasi untuk bertakwa kepada Allah, mencintai kebaikan, kebenaran dan keadilan serta membenci kejahatan, kebatilan dan kezaliman.
Di antara motivasi yang tercakup dalam motivasi kejiwaan dan spiritual adalah sebagai berikut:
a.       Motivasi memiliki
Motivasi memiliki merupakan motivasi yang dipelajari individu pada fase perkembangannya di masyarakat.
b.      Motivasi untuk konsisten dalam menjalankan agama Allah
Motivasi ini merupakan motivasi yang mewajibkan manusia untuk memeluk agama yang diyakini dan konsisten dalam melaksanakan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.
c.       Motivasi bersaing
Motivasi bersaing merupakan motivasi yang ada dalam diri manusia, yang dipelajari dari kebudayaan di mana ia tumbuh dan berkembang.[20]
Pengetahuan tentang jenis-jenis motivasi dari perbuatan manusia sangat penting untuk memahami tingkah laku mereka, selain itu penting juga untuk mengetahui rasa pendekatan motivasi yang terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1)      Pendekatan Biosentris, maksudnya pendekatan berdasarkan biophisik dari organisme sebagai titik  sentral yang bersifat  statis. Biosentrik  ini meliputi dorongan sekunder, misalnya hasil variasi dalam kebutuhan  primer (kehausan, seks, buang kotoran, dan laia- lain).
2)      Pendekatan Psikoanalitik, artinya suatu pendekatan motivasi yang didasarkan pada unsur-unsur psikis. Misalnya, kejadian lahir dihubung-hubungkan dengan gejala-gejala dasar psikis.  Gejala-gejala  yang dimaksud adalah struktur kepribadian manusia yang diberikan  oleh Sigmund Freud.
3)      Pendidikan Dinamis, artinya bahwa motivasi itu selalu  berubah dan berkembang  dengan relatif diwarnai oleh situasi kini, di sini dan saat ini, sedangkan pembagian motivasi menurut tujuan yang dicapai antara lain; motivasi yang sebenarnya dan disadari, motivasi menurut yang sebenarnya dan tidak disadari, motivasi yang disadari, motivasi semu yang tidak dimotivasi selalu berkembang, mengalami perubahan relatif ditentukan oleh situasi medan persepsi dan kognisi individu saat itu.
Sedangkan pendapat mengenai klasifikasi motivasi itu ada bermacam-macam. Menurut Chaplin motivasi dapat dibagi menjadi dua;
1.      Physiological Drive
Adapun yang dimaksud dengan physiological drive ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisik, seperti lapar haus dan sebagainya.
2.      Social Motives
Social Motives  ialah dorongan-dorongan yang berhubungan dengan orang lain.
Sedangkan Woodworth dan Marqius mengolongkan motivasi menjadi tiga;
a.     Kebutuhan-kebutuhan  organis, yaitu  motivasi  yang  berkaitan dengan  kebutuhan dengan dalam, seperti  kebutuhan bergerak dan istirahat.
b.     Motivasi darurat yang mencakup dorongan untuk  menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dorongan untuk berusaha, dorongan untuk mengejar dan sebagainya. Motivasi ini timbul  jika situasi menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan kuat dari diri manusia. Dalam hal ini motivasi timbul atas keinginan seseorang, tetapi karena perangsang dari luar.
c.     Motivasi objektif, yaitu motivasi yang diarahkan kepada objek atau tujuan  tertentu  di sekitar  kita, motif ini mencakup menaruh minat. Motivasi ini timbul karena menghadapi dunia secara efektif. 
Selain itu, Wood Worth juga mengklasifikasikan motivasi menjadi dua bagian yaitu; 
a.       Unlearned Motives, adalah motivasi pokok yang tidak dipelajari  atau motivasi bawaan. Motif ini sering disebut juga motivasi secara biologis.
b.      Learned Motives, adalah motivasi yang timbul karena dipelajari, motivasi ini sering disebut  motivasi yang diisyaratkan secara sosial, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial.
Selain  tokoh di atas , beberapa psikologi ada yang membagi motivasi  menjadi dua;
1           Motivasi intrinsik, ialah motivasi  yang berasal  dari diri seseorang itu sendiri tanpa dirangsang  dari luar.  Motif intrinsik  ini  juga diartikan  sebagai mativasi yang pendorongnya ada kaitan langsung dengan nilai-nilai yang terkandung  di dalam tujuan pekerjaan  sendiri. 
2           Motivasi ektrinsik, yaitu motivasi yang datang karena adanya perangsang  dari luar. Motivasi ektrinsik  ini  dapat diartikan sebagai motivasi yang pendorongnya tidak ada hubungannya dengan nilai yang terkandung  dalam suatu pekerjaan .[21]
Di samping pandangan di atas, ada  pendapat lain yang menyatakan bahwa motif adalah daya dorong sebagai potensi yang menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku psikologis. Pendapat ini dapat dimaklumi, karena memiliki konsistensi dengan pandangan lain, bahwa motif itu merupakan energi dasar yang terdapat dalam diri seseorang.

3.      Teori-teori Motivasi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan motivasi, yaitu sebagai berikut:[22]
a.       Teori Hedonisme
Hedonisme adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam  filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan yang bersifat duniawi.
Adapun Implikasi dari teori ini adalah  adanya anggapan bahwa semua orang cenderung  menghindari hal-hal yang menyulitkan dan lebih menyukai melakukan perbuatan yang mendatangkan kesenangan. 
b.      Teori Naluri (psikoanalisis)
Teori naluri ini merupakan bagian terpenting dari pandangan mekanisme terhadap manusia. Naluri merupakan suatu kekuatan biologis bawaan, yang mempengaruhi anggota tubuh untuk berlaku dengan cara  tertentu dalam keadaan tepat. Sehingga semua pemikiran dan perikaku manusia merupakan hasil dari naluri yang diwariskan dan tidak ada hubungannya dengan akal.
Menurut teori naluri, seseorang tidak memilih tujuan dan perbuatan, akan tetapi dikuasai oleh kekuatan-kekuatan bawaan yang dilakukan.
c.       Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori ini berbeda pandangan dengan tindakan atau perilaku manusia yang berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola dan tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan.
d.      Teori Pendorong (Drive Theory)
Teori ini merupakan perpaduan antara ‘teori naluri’ dengan ‘teori reaksi yang dipelajari’. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya sesuatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.
e.       Teori kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.
Menurut Maslow, manusia memiliki 5 (lima) tingkat kebutuhan yaitu; kebutuhan fisiologis; yaitu kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital, menyangkut fungsi-fungsi biologis, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan, kesehatan, kebutuhan seks;
1)      Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security)
2)      Kebutuhan sosial
3)      Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, status, pangkat
4)      Kebutuhan akan aktualisasi diri.

4.      Fungsi Motivasi
Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegiatan, orang malakukan suatu kegiatan didorong oleh motivasi. Sehubungan dengan ini, Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Belajar dan Mengajar”, menyingkap tiga fungsi motivasi, yaitu:
1.      Mendorong timbulnya kelakuan atau sutau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti shalat.
2.      Sebagai pengaruh, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.
3.      Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat dan lambatnya suatu pekerjaan.[23]
Nana Syaodih Sukmadinata menjelaskan bahwa motivasi itu memiliki dua fungsi, yaitu; Pertama mengarahkan atau directional function dan kedua mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan (activating and energizing function). Dalam mengarahkan individu dari sasaran yang akan dicapai. Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan suatu yang diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan mendekatkan (approach motivation) dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhi sasaran (avoidance motivatian). Karena motivasi berkenaan dengan kondisi yang cukup kompleks, maka mungkin pula terjadi bahwa motivasi tersebut sehingga berperan mendekatkan dan menjauhkan sasaran (approach avoidance motivation). Motivasi juga dapat berfungsi mengaktifkan atau meningkatkan kegiatan. Suatu perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif  atau motifnya sangat lemah, akan dilakukan dengan tidak akan  membuat hasil. Sebaliknya apabila motivasinya besar atau kuat maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah dan penuh semangat, sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar.[24]
Motivasi juga berfungsi sebagai pengarah jalan yang menentukan pola-pola kehidupan dan tingkah laku perbuatan. Ia menjadi kunci utama dalam menafsirkan dan melahirkan perbuatan manusia. Peranan yang demikian menentukan ini, dalam konsep Islam motivasi lebih dikenal dengan istilah “niat”, sebagaimana Hadits Rasulullah saw., yang berbunyi:
اِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَاِنمَّاَ لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهَ لَدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِامْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهَ اِلىَ مَاهَاجَرَ اِلَيْهِ.[25] {رواه البخارى ومسلم}

“Bahwa segala amal perbuatan itu dengan niat, dan bagi setiap manusia itu apa yang diniatkanya. Maka siapa yang hijrah (keberangkatanya) pada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya pada Allah da rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya pada dunia yang akan diperolehnya atau wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya kepada apa, yang ia berhijrah kepadanya”

Motivasi juga dapat menentukan pola-pola kepribadian seseorang, artinya menurut Krech bahwa tingkah laku motivated behavior yang ditentukan oleh motivasi tertentu yang dipandang sebagai tenaga pendorong dalam pelaksanaan suatu tujuan, karena adanya motivasi maka tingkah laku menjadi dinamis dan kreatif. Dengan pengertian motivasi tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkah laku manusia.
Motivasi dapat dipandang sebagai simbol dari gejala-gejala situasi psikologis dan situasi kini. Hal ini berarti bahwa situasi dapat menentukan motivasi, bukan motivasi yang menentukan situasi. Kenyataan di atas menyebabkan motivasi itu menjadi dinamis, progresif dan kreatif.
Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi memiliki fungsi sebagai perantara pada organisme atau manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkunganya. Suatu perbuatan dimulai dengan adanya suatu ketidak-seimbangan pada diri manusia.[26]
Kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motivasi untuk berbuat sesuatu. Perbuatan itu dilakukan maka tercapailah keadaan seimbang dalam diri individu, dan perasaan puas, gembira, aman dan sebagainya. Kecenderungan untuk mengusahakan keadaan seimbang dan ketidakseimbangan terdapat dalam diri setiap organisme dan manusia, dan ini disebut prinsip-prinsip home ostatis.[27]
Keadaan keseimbangan ini tidak berlangsung untuk selama-lamanya, karena setelah beberapa saat akan timbul ketidakseimbangan baru yang akan menyebabkan seluruh proses motivasi di atas diulangi. Dapat dilihat di sini, bahwa sebenarnya proses motivasi merupakan suatu lingkaran yang tak terputus yang disebut lingkaran motivasi.
Berdasarkan dari berbagai pendapat tentang fungsi motivasi yang diuraikan di atas. Maka dapat penulis simpulkan yaitu:
1.      Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi mengarahkan ke mana seseorang harus bergerak dan melakukan kegiatan.
2.      Motivasi sebagai pendorong timbulnya aktivitas atau kegiatan.
3.      Motivasi berfungsi meningkatkan kegiatan yang sudah berjalan sehingga menghasilkan hasil yang lebih maksimal.
4.      Motivasi berfungsi membantu memenuhi atau mencapai kebutuhan seseorang.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kata kunci dalam memahami motivasi adalah dorongan. Dorongan itu dapat bersifat psikis yang muncul dalam diri, dalam hal ini dorongan itu muncul sebagai akibat dari adanya kebutuhan, pengetahuan dalam diri seseorang. Dalam hal dorongan yang diakibatkan kebutuhan, maka kebutuhan itu dapat dibentuk fisik dan dapat pula berbentuk psikis, bahkan berbentuk spiritual transendental. Kebutuhan-kebutuhan ini memerlukan pemuasan, maka dalam rangka pemuasan itulah, manusia bertingkah laku.



[1]M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 60.
[2]John M. Echols dan Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm. 387.
[3]Clifford T. Morgan, Introduction to Psychology, (New York: The Mc Graw Hill Book Company, 1961),  hlm. 187.
[4]Musfir bin Said az-Zahrani, At-Taujiih wa al-Irsyaadun Nafsi Min al-Qur’an al-Karim wa as-Sunnatin Nabawiyah, (terj.) Sari Narulita, Miftahul Jannah, Konseling Terapi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 96.
[5] Ibid.
[6] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 77.
[7] Baharudin, Paradigma Psikologi Islami: Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur’an, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 238.
[8]La Rose,  Pengembangan  Pesona Pribadi, (Jakarta: Pustaka Kartini,1991), hlm. 88.
[9] Musthafa Fahmi, Syaikulujiah at-Ta’lim, (Mesir: Maktabah Misriyah, tt.), hlm. 136.
[10] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm 169.
[11] Panji Anaroga ,Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta,  2001), hlm. 34.
[12] Irwanto ,dkk., Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang ,1996), hlm. 57.
[13] Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 64.
[14] Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surabaya: Muhammadiyah University Press, 2001), hlm 174.
[15] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 191-192.
[16] Abdul Rahamn Sholeh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 132.
[17] Musfir bin Said az-Zahrani, At-Taujiih…op. cit., hlm. 96.
[18] Ibid., hlm. 97.
[19] Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: RaSAIL, 2005), hlm. 130-131.
[20] Musfir bin Said az-Zahrani, At-Taujiih…op. cit., hlm. 118-124.
[21] Abdul Rahamn Sholeh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi…op. cit., hlm. 139-140.
[22] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan….op. cit., hlm. 74-77.
[23] Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Alegesindo, 2002), cet. 3, hlm. 175.
[24] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), cet. 1, hlm. 62-63.
[25] Abi Zakariya bin Syaraf an-Nawawi, Riyadhus as-Shalihin, (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tt.), hlm. 6.
[26] Sarwito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet. ke-7, hlm. 57-58.
[27] Ibid,hlm. 58.
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.