Hidup bersama antara manusia berlangsung di dalam berbagai bentuk perhubungan, dan di dalam berbagai jenis situasi. Tanpa adanya proses interaksi di dalam hidup manusia, tidak mungkin mereka dapat hidup bersama.
1. Pengertian Interaksi Belajar Mengajar
Interaksi terdiri dari kata inter (antar), dan aksi (kegiatan).[1] Jadi interaksi adalah kegiatan timbal balik.
Dari segi terminologi “interaksi” mempunyai arti hal saling melakukan aksi; berhubungan; mempengaruhi; antar hubungan.[2] Interaksi akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Sedang “komunikasi” berpangkal pada perkataan “communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik bersama.[3]
Sardiman AM. mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan komunikan dan komunikator biasanya menginteraksikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (message). Untuk menyampaikan pesan diperlukan saluran atau media. Jadi, di dalam komunikasi terdapat empat unsur yaitu: komunikan, komunikator, pesan, dan saluran atau media.[4]
Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka interaksi adalah suatu hal saling melakukan aksi dalam proses belajar mengajar yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara siswa dan guru untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut adalah suatu hal yang telah disadari dan disepakati sebagai milik bersama dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung.[5]
Dalam pendidikan, interaksi bersifat edukatif dengan maksud bahwa interaksi itu berlangsung dalam rangka untuk mencapai tujuan pribadi anak mengembangkan potensi pendidikan. Jadi, interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi anak mengembangkan potensi sepenuhnya, sesuai dengan cita-citanya serta hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Dalam interaksi itu harus ada perubahan tingkah laku dari siswa sebagai hasil belajar. Di mana siswa yang menentukan berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar dan guru hanya berperan sebagai pembimbing.[6]
Jadi, interaksi belajar mengajar adalah kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik, atau dengan kata lain bahwa interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan gurunya ada suatu komunikasi sosial atau pergaulan.[7] Sedangkan menurut Soetomo, bahwa interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan adanya hubungan yang bersifat edukatif (mendidik).[8] Di mana interaksi itu harus diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah laku anak didik ke arah kedewasaan.
Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi belajar mengajar yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik antara guru dan anak didik guna mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Komponen-komponen dalam Interaksi Belajar Mengajar
Ada beberapa komponen dalam interaksi belajar mengajar. Komponen-komponen itu misalnya tujuan, bahan, metode dan alat. Untuk mencapai tujuan instruksional, masing-masing komponen itu akan saling merespon dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Sehingga tugas guru adalah mendesain dari masing-masing komponen agar tercipta PBM yang optimal. Guru selanjutnya dapat mengembangkan interaksi belajar mengajar yang lebih dinamis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Mengenai komponen-komponen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Tujuan
Tujuan mempunyai arti penting dalam kegiatan interaksi belajar mengajar. Tujuan dapat memberikan arah yang jelas ke mana kegiatan pembelajaran akan dibawa oleh guru. Tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh guru akan mempengaruhi jenis metode yang digunakan, sarana prasarana dan lingkungan belajar mengajarnya.[9]
b. Bahan pembelajaran
Bahan pelajaran mutlak harus dikuasai guru dengan baik, oleh karena itu guru harus mempelajari dan mempersiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan pada anak didik. Bahan (materi) itu tentunya dipilih dan disesuaikan dengan bahan yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran yang ditetapkan.[10]
c. Metode
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pengajaran. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi metode mengajar, yaitu tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya, anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya, situasi dengan berbagai keadaannya, fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya serta pribadi guru dengan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Adapun metode-metode dalam proses belajar mengajar antara lain: metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas dan metode demonstrasi.[11]
d. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan interaksi belajar mengajar biasanya dipergunakan alat material dan non material.
Agar alat-alat tersebut mencapai tujuan, maka: Pertama harus dikenal dahulu alat-alat itu sebaik-baiknya, mengerti fungsinya dan apa yang dapat kita capai dengan alat itu. Kedua, harus jelas tujuan yang dikehendaki melalui alat tersebut. Ketiga, harus terampil dalam penggunaannya. Keempat, harus sanggup memelihara/memanfaatkan alat-alat yang ada.[12]
e. Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat instrumen penggali data tes perbuatan, tes tertulis, dan tes lisan. Oleh karenanya menurut Edwin Wars dan W. Brown, bahwa evaluation refer to the act for process to determining the value of something. Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan, memungkinkan guru menilai aktivitas atau pengalaman yang di dapat dan menilai metode mengajar yang dipergunakan.[13]
Dengan demikian jika komponen-komponen itu direncanakan dan dipersiapkan dengan matang, maka akan mengurangi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses belajar mengajar bahkan akan lebih memotivasi anak untuk melakukan belajar secara efektif dan efisien.
3. Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar
Menurut Nana Sudjana, ada tiga pola komunikasi dalam proses interaksi guru-siswa, yakni komunikasi sebagai aksi, interaksi dan transaksi.
a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Yaitu guru sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif, siswa pasif, mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran.
b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah
Yaitu guru bisa berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Sebaliknya siswa, bisa penerima aksi bisa pula pemberi aksi. Dialog akan terjadi antara guru dengan siswa.
c. Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah
Yaitu komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga antara siswa dengan siswa. Siswa dituntut aktif dari pada guru. Siswa, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa lain.[14]
Situasi pengajaran atau proses interaksi belajar mengajar bisa terjadi dalam berbagai pola komunikasi di atas, akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai dengan konsep cara belajar siswa aktif (CBSA) sebagaimana yang dikehendaki para ahli dalam pendidikan modern.[15]
[1] Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm. 43.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-3, hlm. 283.
[3] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), cet. IX, hlm. 7-8.
[4] Ibid., hlm. 7.
[5] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), cet. III, hlm. 8.
[6] Chalidjah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: al-Ikhlas, 1994), cet.1, hlm. 66.
[7] Zahara Idris, loc. cit.
[8] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), cet. 1, hlm. 9-10.
[9] Ibid., hlm. 15.
[10] Soetomo, loc. cit.
[11] R. Ibrahim dan Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), cet. 11, hlm. 106-107.
[12] Zakiyah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. 1, hlm. 68.
[13] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), cet.1, hlm. 17-21.
[14] Nana Sudjana, op. cit., hlm. 10.
[15] Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 13-14.
0 comment:
Posting Komentar