MENSKOR TEST HASIL BELAJAR (OBJEKTIF DAN NON OBJEKTIF / ESSAY)

6 Desember 2014

MENSKOR TEST HASIL BELAJAR (OBJEKTIF DAN NON OBJEKTIF / ESSAY)

Beberapa orang berpendapat bahwa bagian yang paling penting dari pekerjaan pengukuran dengan test adalah penyusunan test. Jika alat tesnya sudah disusun dengan sebaik-baiknya, maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari maksudnya. Tentu saja anggapan tersebut tidak benar sama sekali. Penyusunan test merupakan satu bagian dari serentetan pekerjaan mengetes. Disamping penyusunan dan pelaksanaan test itu sendiri, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa bagi penilai. 
Apa itu menskor dan bagaimana teknik pemberian skor test hasil belajar?
Pemberian skor (scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil test, yaitu proses pengubahan jawaban-jawaban soal test menjadi angka-angka. Dengan kata lain, pemberian skor itu merupakan tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh tester dalam suatu test hasil belajar.[1]
Angka-angka hasil penskoran tersebut selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (grade) melalui proses tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil test itu ada yang tertuang dalam bentuk rentangan angka antara 0-10, antara 0-100 dan adapula yang menggunakan simbol huruf yaitu A, B, C, D dan F (F = Fail, gagal).
Cara menskor hasil test biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal test yang dipergunakan. Apakah test itu objektif atau non objektif (isian). Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol). Total skor diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal non objektif (essay) dalam penskoran biasanya digunakan cara pemberian bobot (weighting) kepada setiap soal menurut tingkat kesukuannya atau banyak-sedikitnya unsur tingkat kesukarannya atau banyak-sedikitnya unsur terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar. Misal soal no.1 diberi skor maksimum 4, untuk soal no.3 diberi skor maksimum 6, untuk soal no.5 skor maksimum 10, dan seterusnya.[2]
Dalam pekerjaan menskor atau menentukan angka dapat digunakan 3 macam alat bantu :[3]
1.      Pembantu menentukan jawaban yang benar disebut kunci jawaban
2.      Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah disebut kunci skoring
3.      Pembantu menskor tes objektif.

Teknik menskor tes objektif

1.      Fill-in dan completion (tes isian dan melengkapi)

Cara menilai tes bentuk ini ada dua pendapat, yang pertama mengatakan bahwa skor maksimum setiap bentuk fill-in sama dengan jumlah isian yang ada pada test tersebut. Jika pada suatu test bentuk fill-in ada 10 item, dan setiap item berisi satu isian, dua isian atau tiga isian, maka cara menilainya dihitung menurut jumlah isian yang ada pada seluruh item.
Pendapat kedua mengatakan bahwa skor maksimum test berbentuk fill-in dihitung menurut jumlah itemnya. Tiap item dinilai satu, meskipun mungkin jumlah isiannya tidak sama banyaknya.
Pemakalah berpendapat bahwa yang lebih baik adalah pendapat yang pertama, karena evaluasi yang demikian lebih halus dan lebih adil.
Rumus penskoran untuk fill-in dan completion adalah sebagai berikut:
S = R
S    : Skor terakhir / yang diharapkan
R : Jumlah isian yang dijawab betul (right)
Contoh penggunaan :
Misalnya sebuah test berbentuk fill-in mengandung 30 isian, Ahmad mengerjakan test tersebut 23 isian betul, 3 isian salah, dan 2 isian kosong (tidak dijawab). Maka skor Ahmad : 23 (tiap isian diberi nilai 1).

2.      True-False (tes benar-salah)

Setiap item tes bentuk true false diberi skor maksimum 1 (satu). Jadi apabila suatu item dijawab betul (sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya adalah 1 (satu). Akan tetapi, jika dijawab salah (tidak sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya 0 (nol).
Untuk menghitung skor akhir dari seluruh item test bentuk true false biasanya digunakan rumus sebagai berikut :


S = Skor terakhir / yang diharapkan
R = Jumlah item yang dijawab betul (right)
W = Jumlah item yang dijawab salah (wrong)
N = Banyaknya option untuk true false selalu dua
1 = Bilangan tetap (konstanta)
Keterangan penggunaan :
Umpamakan jumlah item true-false (B-S) = 20. Seorang siswa bernama Ali dapat menjawab betul 13 item dan salah 7 item, maka skor yang diperoleh Ali adalah sebagai berikut :
Aman dapat menjawab betul 10 item, dan salah 10 item. Skor yang diperoleh sebagai berikut :
Bakir hanya dapat menjawab 8 item betul dan 12 item salah, maka skor yang diperoleh Bakir ialah :
Dengan menggunakan rumus tersebut ternyata bahwa siswa yang hanya dapat menjawab betul setengah dari jumlah item akan mendapatkan skor 0 (nol). Dan siswa yang menjawab betul kurang dari setengah akan mendapatkan skor minus.

3.      Multiple choice (tes pilihan ganda)

Cara menskor terakhir dari tes yang berbentuk multiple choice dipergunakan rumus sebagai berikut :
Contoh penggunaan :
Umpamakan kita membuat test berbentuk multiple choice sebanyak 20 item, dengan item alternatif jawaban (A, B, C, D) 4 tiap item. Seorang siswa bernama Ipung dapat menjawab betul 14 item dan salah 6 item, maka skor yang diperoleh Ipung dari test tersebut sebagai berikut :
Jika dalam mengerjakan tes berbentuk true false / multiple choice terdapat item yang tidak dijawab (dikosongkan) maka dalam penilaian atau scoring, item yang tidak dijawab itu tidak diperhitungkan (tidak dianggap benar dan tidak dianggap salah).
Sebagai contoh :
a.       True false
Jumlah                         30 item
Dijawab betul  19 item
Dijawab salah  8   item
Tidak dijawab 3   item
Skor yang diperoleh :
Jadi, yang diperhatikan dalam scoring hanya 27 item.
b.      Multiple choice
Jumlah             20 item
Yang dijawab betul     16 item
Yang dijawab salah     3   item
Tidak dijawab 1   item
Skor yang diperoleh :
Akan tetapi ada juga yang berpendapat lain, yaitu semua item yang tidak dijawab (dikosongkan) berarti salah. Jadi, baik item yang dijawab, tetapi salah maupun item yang dikosongkan atau tidak dijawab kedua-duanya dianggap salah. Tentu saja hal ini bergantung pada perjanjian antara pengetes dengan yang di tes. Maka sebelum tes dimulai sebaiknya guru menjelaskan terlebih dahulu bagaimana cara menskor, dan bagaimana siswa menjadi lebih hati-hati dalam mengerjakan test.

4.      Matching (test menjodohkan)

Untuk menilai tes yang berbentuk matching diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja, rumusnya sama dengan completion, yaitu :
S = R
Contoh penggunaan :
a.       Misalnya berbentuk matching sebanyak 10 item. Hari dapat mengerjakan test tersebut 7 item betul dan 3 item salah, maka skor yang diperoleh Hari = 10 – 3 = 7
Mira dapat mengerjakan 5 item betul, 3 item salah, 2 item dikosongkan atau tidak dijawab, maka skor yang diperoleh Mira = 5.
Jadi, dengan rumus penskoran tersebut di atas, item yang di jawab salah dan item yang tidak dijawab atau dikosongkan, kedua-duanya dianggap salah karena yang diperhitungkan hanya item yang dijawab betul.
b.      Cara lain dalam penilaian test berbentuk matching dapat juga dilakukan dengan menentukan tingkat kesukaran (difficulty index) dari tes tersebut dibandingkan dengan test-test bentuk lain yang digunakan bersama-sama. Cara lain yang kedua ini perlu dilakukan jika kita menganggap bahwa items yang berbentuk matching itu lebih sukar dari pada items bentuk lain yang digunakan bersama-sama dalam suatu tes.
Misalkan suatu tes terdiri atas tiga macam bentuk yaitu true-false, multiple choice, dan matching kita telah menetapkan bahwa tingkat kesukaran tiap item dari ketiga macam bentuk test tersebut berturut-turut adalah 1,2 dan 4. Ini berarti bahwa nilai tiap item yang betul dari true false, multiple choice, dan matching = 4.
Andaikata tes yang berbentuk matching itu ada 10 item, dan Basir dapat menjawab betul 7 item, maka skor yang diperoleh Basir = 7 x 4 = 28.

5.      Jawaban singkat

Dengan bentuk jawaban singkat menuntut siswa untuk menemukan sendiri jawaban singkat atas pernyataan dalam soal test. Test bentuk ini tidak memberikan peluang untuk menebak jawaban dari kemungkinan jawaban yang tersedia seperti pada bentuk pilihan. Dengan demikian sistem koreksi untuk faktor tebakan pun tidak dikenakan pada test bentuk ini.[4]
Dengan bentuknya yang sangat berbeda dari bentuk pilihan, maka cara penskorannya pun tidak seperti bentuk pilihan, yang perlu disiapkan untuk skoring test bentuk jawaban singkat hanyalah lembaran tidak dapat dibuat kunci skoring.
Lembaran kunci jawaban memuat semua kemungkinan jawaban yang dapat dibenarkan atas pernyataan sebuah soal. Apabila terdapat soal sebagai berikut:
Apabila hasil test membentuk kurva juling negatif berarti soal-soal tes itu …………
Butir soal semacam ini mengundang banyak kemungkinan jawaban yang dapat diterima karena memang benar.
Jawaban atas soal tersebut misalnya :
-          Mudah
-          Gampang
-          Sukar
-          Tingkat kesukaran rendah
-          Indeks kesukaran diatas 0.85
Dan mungkin ada yang lain lagi.
Untuk soal-soal hitungan lebih banyak lagi kemungkinan, tanpa pembatasan yang tegas, yang harus diterima sebagai jawaban yang benar. Contoh : 
Jawabannya dapat : 3.33, 3.3, 31/3, 32/6, 33/9 dan seterusnya.

Meskipun jawaban yang diminta dalam test bentuk ini adalah jawaban yang singkat, terdapat variasi jawaban siswa mulai dari yang lengkap sampai dengan yang kurang lengkap, namun masih menunjukkan bahwa siswa mempunyai sedikit pengetahuan mengenai materi yang dinyatakan itu. Oleh karena itu kemungkinan-kemungkinan jawabannya perlu diberikan pembobotan. Misalnya dengan pembandingan 3 : 2 : 1 atau 4 : 3 : 2 : 1 atau langsung saja diberi tingkatan skor 2 yang lengkap sekali, 1.5 yang lengkap dan yang kurang lengkap 1.[5]

C.    Teknik menskor test non objektif (essay)

Soal-soal bentuk uraian jika direncanakan dengan baik, sangat tepat untuk menilai proses berfikir seseorang serta kemampuannya mengekspresikan buah pikiran, kelemahan yang sering dirasakan penggunaan soal-soal bentuk uraian ini antara lain terbatasnya lingkup bahan pelajaran yang dinilai dan sulitnya mengoreksi jawaban dengan objektif.[6]
Adapun teknik menskor soal-soal non objektif (essay) adalah sebagai berikut :
1.      Nilailah jawaban-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan hasil belajar yang sedang diukur.
2.      Untuk soal-soal isian dengan jawaban terbatas (restricted-response questions) berilah jawaban skor dengan point method gunakan pedoman jawaban sebagai petunjuk. Tulislah lebih dahulu pedoman jawabannya untuk tiap soal, dan tentukan nilai skor yang dikenakan pada tiap soal atau bagian soal (dengan weighting atau pembobotan).
3.      Untuk soal-soal isian dengan jawaban terbuka, nilailah dengan rating method, gunakan kriteria tertentu sebagai pedoman penilaian.
Soal-soal essay menurut jawaban yang terbuka dan bebas sehingga seringkali tidak mungkin untuk menyiapkan pedoman jawabannya. Oleh karena itu, biasanya guru atau pembuat test menilai tiap jawaban dengan menimbang-nimbang kualitasnya dan hubungannya dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi bukan menskor point demi point dengan kunci jawaban, untuk itu bisa dilakukan dengan mengklasifikasikan jawaban-jawaban itu ke dalam 5 tingkat, yang selanjutnya diberi nilai 0, 1, 2, 3, 4 atau A, B, C, D dan E.
4.      Evaluasilah semua jawaban siswa, soal demi soal dan bukan siswa demi siswa. Dengan demikian dapat dihindarkan terjadinya halo effect.
5.      Evaluasilah jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
6.      Bilamana mungkin, mintalah dua atau tiga orang guru lain, yang mengetahui masalah itu untuk menilai tiap jawaban, ini diperlukan untuk mengecek keandalan skoring terhadap jawaban-jawaban essay itu.[7]
Tentu hal ini tidak perlu dilakukan pada setiap penilaian, tetapi sewaktu-waktu saja. Misalnya untuk memilih siswa-siswi yang akan dicalonkan untuk mengikuti latihan tertentu atau untuk memilih juara sekolah.

Kesimpulan
Dalam menskor test hasil belajar mempunyai teknik-teknik tertentu baik test objektif maupun non objektif (essay) disesuaikan dengan jenis dan kondisi soal test. Maka guru dalam menskor test hasil belajar harus menggunakan teknik yang sesuai dengan test yang telah diberikan supaya hasilnya adil dan objektif. Sehingga tidak merugikan siswa.

[1] Anas Sujiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 301
[2] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1984, hal. 70
[3] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 1987, hal. 223
[4] Ngalim Purwanto, op.cit., hal. 64
[5] Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, PT. Grasindo, Jakarta, 1991, hal. 102
[6] Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, CV. Sinar Baru Offset, Bandung, 1989, hal. 261
[7] Ngalim Purwanto, op.cit., hal. 64
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.