Pemimpin adalah pribadi yang memiliki ketrampilan teknis, khususnya dalam satu bidang, hingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas.
Kepemimpinan merupakan kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George Terry). Sedangkan menurut Terry & Rue (1985), kepemimpinan ialah hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas yang diinginkan.
Sanusi (1989), juga mengungkapkan kepemimpinan ialah penyatupaduan dari kemampuan, cita-cita, dan semangat kebangsaan dalam mengatur, mengendalikan, dan mengelola rumah tangga maupun organisasi atau rumah tangga negara. Sedangkan dalam SK BAKN No.27/KEP/1972, kepemimpinan adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara optimal.
Sementara itu, menurut Stogdill (1974) definisi pemimpin adalah fokus dari proses kelompok, penerimaan kepribadian seseorang, seni mempengaruhi perilaku, alat untuk mempengaruhi perilaku, suatu tindakan perilaku, bentuk dari ajakan (persuasi), bentuk dari relasi yang kuat, alat untuk mencapai tujuan, akibat dari interaksi, peranan yang diferensial, dan pembuat struktur.
Dengan demikian, definisi kepemimpinan bahwa berbeda menurut sudut pandang masing-masing. Namun demikian ada kesamaan dan mendefinisikan kepemimpinan yakni mengandung makna mempengaruhi orang lain untuk berbuat seperti yang pemimpin kehendaki. Jadi yang dimaksud kepemimpinan adalah ilmu dan seni mempengaruhi orang atau kelompok untuk bertindak seperti yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia bagi suatu organisasi. Tugas dasar pemimpin adalah membentuk dan memelihara lingkungan di mana manusia bekerja sama dalam suatu kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas, mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan aktivitas manajerial yang penting di dalam setiap organisasi khususnya dalam pengambilan kebijakan dan keputusan sebagai inti dari kepemimpinan.
A. Model Kepemimpinan
Plato (427-347) yang dalam bukunya berjudul Republic, membagi tiga gaya kepemimpinan, yaitu 1) filosofer (pemikir), 2) militer (otoriter), dan 3) entrepreneur. Beberapa kepemimpinan yang banyak mempengaruhi perilaku pengikutnya.
Berbicara mengenai gaya, sesungguhnya berbicara mengenai ‘modalitas’ dalam kepemimpinan.
Secara rinci Siagian (1994: 27) membagi
1. Tipe Otokratik
Pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif.
Di lihat dari persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Sikap egoisme tersebut akan memberi tekanan kepada bawahannya. Sehingga kedisiplinan yang tertanam berdasarkan rasa ketakutan, bukan disiplin yang sudah semestinya dijalankan.
Kepemimpinan otokratik mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya sangat berambisi untuk merajai situasi, setiap perintah dan bijakan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahan. Meski pemimpin otokratik selalu berdiri jauh dari kelompoknya, jadi ada sikap menyisihkan diri dan eksklusivisme. Pemimpin otokratik senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, dan merajai keadaan.
Dalam Veithzal Rivai, sikap-sikap pemimpin otokrat dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Kurang mempercayai anggota kelompoknya
2) Otoriter
3) Hanya dengan imbalan materi sajalah yang mampu mendorong orang untuk bertindak.
4) Kurang toleransi terhadap kesalahan yang dilakukan anggota kelompok
5) Peka terhadap perbedaan kekuasaan
6) Kurang perhatian kepada anggota kelompoknya
7) Memberikan kesan seolah-olah demokratis
8) Mendengarkan pendapat anggota kelompoknya semata-mata hanya untuk menyenangkan
9) Senantiasa membuat keputusan sendiri.
Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam praktek akan menggunakan
1) Menuntut ketaatan penuh dari bawahannya
2) Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan
3) Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
4) Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan
Harus diakui, bahwa hanya efektifitas semata-mata yang diharapkan dari seorang pemimpin dalam mengemudikan jalannya organisasi, tipe otokratik mungkin mampu menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinannya dengan baik.
Akan tetapi yang dipermasalahkan di sini adalah tekanan yang dirasakan oleh para bawahan, sehingga disiplin ketat berjalan karena rasa takut dari paksaan atasan bukan karena berdasarkan keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai.
Maka dari itu, kepemimpinan yang otokratik sangat dikaitkan dengan kekuasaan mengambil tindakan yang punitif. Biasanya, apabila kekuasaan mengambil tindakan punitif itu tidak lagi dimilikinya, ketaatan para bawahan segera mengendor dan disiplin kerjapun segera mengendor.
2. Tipe Paternalistik
1) Kuatnya ikatan primordial,
2) Sistem kekeluargaan,
3) Kehidupan masyarakat yang komunalistik,
4) Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,
5) Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota kepada seseorang yang dituakan.
Orang yang dituakan, dihormati terutama karena orang yang demikian biasanya memproyeksikan sifat-sifat dan
Selain dari itu, Kartini Kartono juga mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan ini merupakan tipe yang kebapakan, dengan sifat-sifat :
1) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan
2) Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective)
3) Jarang bisa memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri
4) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif
5) Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan karya kreatifitas mereka sendiri
6) Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar.
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diperlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifat-sifat negatifnya pemimpin paternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
3. Tipe Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut, meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi, daya tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.
Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mempunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan, profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.
4. Tipe Laissez Faire
Kepemimpinan Laissez Faire ditampilkan oleh seorang tokoh “Ketua Dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggungjawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya.
Seorang pemimpin yang Laissez Faire melihat perannya sebagai “polisi lalu lintas” dengan anggapan para anggota organisasi mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada peraturan permainan yang berlaku. Seorang pemimpin yang Laissez Faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.
1) Tidak yakin pada kemampuan sendiri
2) Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok
3) Tidak berani menanggung resiko
4) Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok
Dapat juga diartikan bahwa pemimpin laissez faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua anggota yang dipimpinnya bersikap santai-santai, dan bermoto “lebih baik tidak usah bekerja saja”. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol.
5. Tipe Demokratik
Tipe kepemimpinan demokratis dapat juga disebut sebagai pemimpin yang partisipatif, selalu berkomunikasi dengan kelompok mengenai masalah-masalah yang menarik perhatian mereka dan mereka dapat menyumbangkan sesuatu untuk menyelesaikannya serta ikut serta dalam penetapan sasaran.
Pemimpin tipe ini, menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan dan buruh, tetapi sebagai saudara tua di antara teman-temannya atau sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
Dalam melaksanakan tugasnya, ia mau menerima dan mengharapkan saran-saran dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para anggota diterimanya sebagai umpan balik dan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan berikutnya.
Adapun ciri pemimpin yang demokrat meliputi :
1) Membuat keputusan bersama dengan anggota kelompok
2) Selalu menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok
3) Feed back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga
4) Mengkritik dan memuji secara obyektif.
Jika model kepemimpinan dapat disinonimkan dengan tipe, dari sini dapat dijelaskan sendiri mengenai
a. Pencari kegembiraan
Adalah orang-orang yang mengambil resiko, ketika marah menjadi agresif atau pasif, adalah pendiri dan pencipta, memiliki artikulasi verbal dan banyak bicara, antusias, termotivasi dan suka akan kesenangan, suka menghibur, bersemangat menolong orang lain, terkadang sulit diorganisir dan suka melompat-lompat dari satu aktivitas ke aktivitas lain.
b. Pencari rinci/detail
Adalah orang-orang yang menanyakan bagaimana, akan menanyakan detail secara spesifik, mengukur banyak waktu yang anda gunakan dalam proyek, sensitif dan akurat, perfeksionis, berkonsentrasi pada detail, mengecek keakuratan, mengikuti petunjuk dan standar, menyukai struktur dan pemikir praktis, mematuhi otoritas, bekerja pelan tapi pasti.
c. Pencari hasil
Adalah orang-orang yang bertanya tentang apa dan kapan, membuat pernyataan, memberitahukan orang lain tentang apa yang harus dilakukan, tidak mentolerir kesalahan, tidak memiliki perasaan pada orang lain, menyepelekan saran dari orang lain, berani menghadapi resiko, sanggup berkompetensi, bermain untuk menang, menerima tantangan, percaya diri, terkontrol, tidak suka kelambanan, dan mandiri.
d. Pencari keharmonisan
Adalah orang bertanya mengapa, mempertahankan hubungan, tipe pembimbing/tipe keibuan, memiliki masalah-masalah dunia, kalem (calm), tidak suka mengambil inisiatif, loyal, penuh perhatian, posesif, suka orang lain, tetap tinggal pada satu tempat, penyabar, dan memiliki kehangatan, konsentrasi pada tujuan, pendengar yang baik, pengambil keputusan yang lamban, tidak suka konflik interpersonal, takut akan ketidakharmonisan dan takut salah.
B. Penerapan Tipe Kepemimpinan
Dalam penerapannya, kepemimpinan yang baik justru tidak dihasilkan oleh satu macam tipe kepemimpinan tertentu melainkan oleh kemampuan untuk tahu "kapan" menggunakan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan.
Semakin terbiasa seorang mengambil posisi play maker, semakin matang
Daniel Goleman, ahli di bidang EQ, melakukan penelitian tentang tipe-tipe kepemimpinan dan menemukan ada 6 (enam) tipe kepemimpinan. Penelitian itu membuktikan pengaruh dari masing-masing tipe terhadap iklim kerja perusahaan, kelompok, divisi serta prestasi keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian itu juga menunjukkan, hasil kepemimpinan yang terbaik tidak dihasilkan dari satu macam tipe. Yang paling baik justru jika seorang pemimpin dapat mengkombinasikan beberapa tipe tersebut secara fleksibel dalam suatu waktu tertentu dan yang sesuai dengan bisnis yang sedang dijalankan.
Memang, hanya sedikit jumlah pemimpin yang memiliki enam tipe tersebut dalam diri mereka. Pada umumnya hanya memiliki 2 (dua) atau beberapa saja. Penelitian yang dilakukan terhadap para pemimpin tersebut juga menghasilkan data, bahwa pemimpin yang paling berprestasi ternyata menilai diri mereka memiliki kecerdasan emosional yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada umumnya mereka menilai bahwa dirinya hanya memiliki satu atau dua kemampuan kecerdasan emosional. Namun yang paling ironi adalah pemimpin yang payah justru menilai diri mereka secara “lebih” berlebihan dengan menganggap bahwa mereka punya 4 (empat) atau lebih kemampuan kecerdasan emosional.
Dilihat dari kacamata psikologis, bahwa orang yang gemar bermain kuasa pada umumnya dahulu di masa kecilnya terlalu dimanja atau terlalu tertekan. Maka setelah dewasa, ketika orang tersebut menjadi pemimpin tidak mampu membuang traumanya. Suasana manja dan tertekan dan sistem resistansinya kemudian menyusup ke bawah sadarnya menjadi program pengontrol bagi sikapnya sehari-hari di kala mereka dewasa. Bentuknya antara lain kompensasi semu, merasa paling bagus, paling hebat, tidak mau disaingi, temperamennya cepat marah, dan sifat-sifat negatif lainnya. Untuk menjaga kehebatannya, jika ada serangan terhadap dirinya, maka serangan itu harus dihancurkan. Dan jika tidak mampu, jangan ditanggapi bahkan pura-pura tidak tahu, supaya kehebatannya tidak tertandingi.
KESIMPULAN
Kepemimpinan adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi, kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk keberhasilan/kegagalan dari suatu organisasi.
Pada prinsipnya, kepemimpinan tidak hanya berkenan dengan tipe/teori yang ditampilkan oleh pemimpin, karena tidak satu teori/tipe yang dapat diterapkan secara konsisten pada beragam situasi organisasi. Karena itu, penerapan tipe/teori kepemimpinan tidak lebih penting daripada persoalan kemampuan pemimpin memperlakukan semua unsur personel secara manusiawi, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan berkualitas sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
DAFTAR PUSTAKA
Siagian, Sindang P., Teori dan Praktek Kepemimpinan,
Rivai, Veithzal, Kiat Memimpin dalam Abad ke-21,
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan,
Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, cetakan khusus.
Abror, Abd. Rahman, Kepemimpinan Pendidikan Bagi Perbaikan dan Peningkatan Pengajaran, terjemahan dari “Leadership for Improving Instruction”,
0 comment:
Posting Komentar