AJARAN POKOK MU'TAZILAH (2): AL-ADL DAN AL-WA’DU WAL-WA’IED

15 Februari 2016

AJARAN POKOK MU'TAZILAH (2): AL-ADL DAN AL-WA’DU WAL-WA’IED

AL-ADL (KEADILAN)

Ajaran keadilan bagi Mu'tazilah erat hubungannya dengan ajaran At-Tauhid. Kalau At-Tauhid adalah mensucikan Tuhan daripada adanya persamaan dengan makhluk, maka Al-Adl adalah mensucikan Tuhan dari perbuatan dhalim. Menurut Mu'tazilah, Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia. Manusia bisa mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, dengan kudrat (kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada diri manusia. Ia hanya memerintahkan apa yang dikehendaki-Nya dan melarang apa yang tidak dikehendaki-Nya. Tuhan hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkan dan tidak campur tangan dalam keburukan yang dilarang-Nya.
Manusia telah diberi daya oleh Tuhan untuk memikul beban yang dipikulkan kepadanya. Manusia diberi kuasa untuk memilih perbuatannya yang akan dilakukan. Tuhan telah menyerahkan kudrat dan Iradat-Nya kepada manusia, oleh sebab itu Mu'tazilah juga disebut “Ahlu Tafwidl”. Manusia mempunyai kesanggupan untuk mewujudkan perbuatannya dengan daya pemberian Tuhan yang ada padanya. Dengan demikian dapat dipahami tentang perintah-perintah Tuhan, janji dan ancaman, pengutusan rasul dan sebagainya. Oleh sebab itu manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat apapun juga, manusia adalah “khalikul af’al” dirinya sendiri. Kalau manusia tidak merdeka di dalam perbuatan-perbuatannya, maka adalah tidak adil kalau Tuhan meminta pertanggungjawaban mereka.
Demikian pula Tuhan memberi siksa, maka siksaan itu adalah untuk kepentingan dan maslahat manusia. Karena kalau Tuhan menurunkan siksa bukan untuk maksud itu, maka berarti Tuhan melalaikan salah satu kewajiban-Nya. Tuhan wajib selalu berbuat baik, bahkan yang terbaik yang mendatangkan kebaikan bagi manusia (as-salah wal aslah). Tuhan tidak berbuat buruk, bahkan tidak bisa berbuat buruk. Karena perbuatan buruk-Nya akan mengurangi sifat kesempurnaan-Nya.
Adapun manusia yang berbuat baik, tetapi di dunia hidupnya sengsara, juga pasti mendapat anugerah Tuhan di akherat nanti. Keadilan Tuhan berlaku bagi seluruh makhluk, manusia, hewan, dan seisi alam semesta ini.

AL-WA’DU WAL-WA’IED (JANJI DAN ANCAMAN)

Janji dan ancaman merupakan kelanjutan dari prinsip keadilan. Mereka yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala berupa surga dan ancaman akan menjatuhkan siksa yaitu neraka sebagai yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, pasti dilaksanakan karena Tuhan sendiri sudah menjanjikan hal yang demikian itu.
Siapa yang berbuat baik akan dibalas kebaikan dan siapa yang akan berbuat jahat akan dibalas pula dengan kejahatan. Siapa yang keluar dari dunia penuh dengan ketaatan dan taubat, ia berhak akan pahala dan mendapatkan tempat di surga. Sebaliknya siapa yang keluar dari dunia sebelum taubat dari dosa besar yang pernah dibuatnya, maka ia akan diabadikan di dalam neraka. Namun demikian menurut Mu'tazilah, siksa yang diterimanya akan lebih ringan jika dibandingkan dengan yang kafir sama sekali.
Pengampunan dosa besar hanya ada dengan melalui taubat, sebagaimana halnya orang berbuat baik pasti mendapat pahala. Oleh sebab itu Mu'tazilah sama sekali mengingkari adanya “syafaat” (pengampunan) pada hari kiamat. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan adanya syafaat (lihat Al-Qur’an surat Saba’: 23, Surat Thoha: 109 dan sebagainya), mereka kesampingkan dan mereka memegangi dengan teguh ayat-ayat yang menunjukkan tidak adanya syafaat itu seperti tercantum dalam surat Al-Qur’an-Baqarah: 254:
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian rizki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang tidak ada lagi jual beli dan tidak ada persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhalim”. (QS. Baqarah: 254) 
Syafa’at merupakan dispensasi, ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan janji serta ancaman (al-wa’du wal-walied) Tuhan. Maka tidak mungkin Tuhan berbuat tidak adil dan menyalahi janji-Nya sendiri.
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.