Yang disebut sebagai ilmu Astrologi (ramalan bintang), ramalan nasib dan rezeki termasuk amalan jahiliyyah yang telah dibatalkan oleh Islam, dengan penjelasan bahwa itu termasuk perbuatan syirik, karena mengandung ketergantungan kepada selain Allah dan keyakinan adanya manfaat dan mudharrat dari selain Allah, serta kepercayaan terhadap para peramal dan tukang nujum yang mengaku mengetahui ilmu ghaib secara dusta dan membual belaka. Tujuannya adalah untuk mengeruk uang orang banyak dan merubah keyakinan mereka.
Sheikh al-‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan masalah tanjim (perbintangan). Beliau menyatakan bahwa ilmu tanjim ada dua (Lihat al-Qaulul Mufid ‘Ala Kitab at-Tauhid (2/102-103), karya Sheikh al-‘Utsaimin, Penerbit Darul Ashimah, Cet. 1, Thn. 1415 H):
Pertama: Ilmu at-ta‘tsir (astrologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang bintang, dengan anggapan bahwa bintang-bintang itu memiliki pengaruh; termasuk ramalan zodiak bintang, dalam persoalan ini ada tiga skop:
1. Seseorang meyakini bahwa bintang-bintang memiliki pengaruh, sebagai pelaku, atau dalam erti kata yang lain bahwa bintang-bintang itu yang menciptakan kejadian-kejadian dan keburukan-keburukan. Yang demikian ini termasuk dalam kategori syirik akhbar (syirik yang besar, orangnya kafir atau murtad jika dia seorang Muslim). Karena, barangsiapa mengakui ada pencipta lain dari Allah s.w.t. (selain Dia), maka dia musyrik, yaitu melakukan perbuatan syirik yang besar. Ini adalah karena dia telah menjadikan makhluk yang ditundukkan (yaitu bintang), menjadi pencipta yang menundukkan.
2. Seseorang menjadikan bintang-bintang sebagai sebab, sehingga berdasarkan bintang-bintang itu, dia mendakwa mengetahui ilmu ghaib. Dia mengambil petunjuk dengan gerakan bintang-bintang, perpindahannya dan perubahannya, bahwa akan terjadi demikian dan demikian karena bintang yang “sekian itu” telah menjadi demikian dan demikian. Seperti seseorang mengatakan “Orang ini kehidupannya akan celaka karena dia dilahirkan pada bulan ini dan itu”, “Orang ini kehidupannya akan bahagia karena dia dilahirkan pada bulan ini dan itu”. Orang yang berkata seperti ini telah menjadikan perbintangan sebagai sarana untuk mendakwa ilmu ghaib. Sedangkan dakwaan bahwa dia tahu ilmu ghaib merupakan kekufuran yang mengakibatkan keluar dari agama. Allah s.w.t. berfirman (maksudnya): Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (Surah an-Naml 6: 65) Maka barangsiapa mengaku telah mengetahui terhadap ilmu ghaib, berarti dia telah mendustakan al-Qur’an.
3. Seseorang meyakini bintang-bintang itu sebagai sebab terjadinya kebaikan dan keburukan. Maka ini adalah syirik ashghar (syirik yang lebih kecil, yang tidak mengkibatkan murtad/keluar dari Islam). Yaitu jika telah terjadi sesuatu, dia menisbatkan kepada bintang-bintang. Dan dia tidak menisbatkan kepada bintang-bintang kecuali setelah terjadinya.
Kedua: Ilmu at-tas-yir (ilmu astronomi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang hal-ihwal bintang/buruj, yang mana dengan perjalanannya/peredarannya/kedudukannya dijadikan sebagai petunjuk untuk maslahat (kebaikan) agama, seperti mengenal pasti arah kiblat, atau maslahat dunia lainnya, seperti: menjadi tunjuk arah, kompas, kedudukan tempat, perubahan musim dan seumpamanya. Yang seperti ini hukumnya dibolehkan. Ini adalah hal-urusan pengkajian yang terdapat pembuktian saintifik. Dan dengan penjelasan ini, kita mengetahui akan bahayanya perbuatan ramalan zodiak (mencari rahasia bintang) atau perdukunan. Wallahu al-Musta’an.
Dalilnya adalah riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu dari bintang-bintang, berarti telah mempelajari salah satu cabang dari ilmu sihir. Semakin bertambah ilmunya, semakin dalam ia mempelajari sihir tersebut.”
Demikian juga riwayat Al-Bazzar dengan sanad yang bagus dari Imran bin Hushain, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kita orang yang meramal atau minta diramalkan, orang yang berdukun atau minta didukunkan, orang yang menggunakan sihir (santet) atau mengambil faidah dari ilmu santet.”
Maka siapa saja yang mengaku mengetahui perihal ghaib bisa termasuk tukang nujum, atau yang sejenis itu. Ini Karena Allah telah merahasiakan ilmu ghaib. Sebagaimana firman Allah: “Katakanlah, tidak ada yang mengetahui ke-ghaib-an di langit dan di bumi melainkan Allah..”
Nasihat saya kepada siapa saja yang memiliki ketergantungan dengan hal-hal semacam itu agar bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. Hendaknya mereka hanya bersandar dan bertawakkal kepada Allah semata dalam segala urusan, dengan tetap berikhtiyar secara benar menurut aturan syariat yang dibolehkan. Hendaknya mereka meninggalkan berbagai urusan jahiliyyah ini, dan menjauhkan diri darinya serta menjaga diri dari para pelakunya, jangan sampai membenarkan ucapan mereka demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan demi menjaga akidah dan agama mereka.
Hukum ramalan itu haram sebab mengandung unsur syirik di dalamnya. Bahkan ada sebuah dalil yang menyebutkan bahwa saking haramnya, hingga sekedar bertanya kepada peramal tanpa percaya pun sudah syirik.
Sehingga urusan ramalan bintang yang sumbernya adalah mitologi yunani memang bukan masalah sepele. Sayangnya, ramalan syirik seperti itu masih saja ada menghiasi majalah dan koran, bahkan sekarang sudah masuk ke dunia yang lebih canggih seperti SMS dan internet. Kami yakin mereka melakukannya bukan karena semata-mara percaya, melainkan hanya sekedar having fun.
Hanya saja masalahnya, kalau ada keterangan yang menyebutkan bahwa sekedar mendatangi peramal saja sudah dianggap syirik meski tidak percaya, maka kasusnya sama saja. Sekedar membaca-baca dan bermain dengan ramalan bintang itu sudah dianggap syirik.
Karena itu, janganlah membeli majalah, koran atau media apapun yang ada ramalan bintangnya, sebab sedikit banyak kita punya andil atas media yang syirik itu. Sekecil apapun.
Ramalan zodiak itu sebenarnya bersumber dari mitos yunani yang dahulu disuplai oleh syetan. Budaya yunani kuno itu menerima kabar dari syaithan dengan jalan melihat letak bintang untuk menentukan atau mengetahui peristiwa-peristiwa di bumi, seperti letak benda yang hilang, nasib seseorang, perubahan musim, dan lain-lain. Inilah yang biasa disebut ilmu perbintangan atau tanjim. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “ Kemudian melemparkan benda itu kepada orang yang di bawahnya sampai akhirnya kepada dukun atau tukang sihir. Terkadang setan itu terkena panah bintang sebelum menyerahkan berita dan terkadang berhasil. Lalu setan itu menambah berita itu dengan seratus kedustaan.” (HR. Bukhari dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu).
Meskipun demikian, masih banyak orang yang mempercayai dan mau mendatangi peramal atau astrolog atau para dukun, bukan saja dari kalangan orang yang berpendidikan dan ekonomi rendahan bahkan dari orang-orang yang berpendidikan dan berstatus sosial tinggi. Perbuatan orang yang mendatangi atau yang didatangi dalam hal ini para dukun sama-sama mendapatkan dosa dan ancaman keras dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berupa dosa syirik dan tidak diterima shalatnya selama 40 malam. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan menanyakan tentang sesuatu lalu membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya 40 malam.” (HR. Muslim dari sebagian istri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam)
Pada kesempatan lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga mengancam mereka tergolong orang-orang yang ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Barangsiapa yang mendatangi dukun (peramal) dan membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh ia telah ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam”. (HR. Abu Dawud)
Ancaman dalam hadits di atas berlaku untuk yang mendatangi dan menanyakan, baik membenarkan atau tidak. (Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh 1979).
ANALISIS
Diketahui umum, pada ketika ini amat luas sekali tersebarnya perbuatan meramal nasib, karakter individu, dan seumpamanya berdasarkan susunan dan perjalanan bintang-bintang yang tertentu. Lebih parah, ia turut diiklankan melalui internet, televisi, media cetak, majalah-majalah, dan SMS. Dengan susunan bintang-bintang tertentu semasa anda lahir, anda memulakan pekerjaan, dan seumpamanya, maka nasib dan kesudahan kehidupan/pekerjaan anda dapat diketahui atau diramalkan berdasarkan kedudukan bintang pada masa dan tempat anda berada memulakan pekerjaan yang tertentu.
Dalam keadaan-keadaan yang tertentu juga, anda boleh meramal nasib masa depan anda berdasarkan bulan-bulan tertentu anda dilahirkan. Anda dapat mengetahui sifat-sifat anda di masa depan hanya dengan menyimak, bilakah tanggal anda dilahirkan dan apakah susunan bintang semasa anda dilahirkan.
Yang pastinya, ini semua adalah persoalan ghaib yang tidak wajar/tidak mampu diketahui oleh manusia tanpa adanya dalil dari wahyu al-Qur’an maupun dari sumber hadis. Apa yang jelas, persoalan seperti ini adalah sebenarnya melibatkan hal-hal perdukunan dan ramalan zodiak, keduanya berkaitan dengan perbuatan mengetahui hal-hal dan perkara-perkara ghaib. Yang dimaksudkan dengan perkara ghaib, adalah perkara yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera. (Lihat ‘Alamus Sihr, hlm. 263, karya Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar). Termasuk perkara ghaib adalah apa yang akan terjadi. Sesungguhnya yang mengetahui perkara ghaib hanyalah Allah Ta’ala. Dia berfirman: Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.’ (Surah an-Naml 6: 65)
Kemudian Allah memberitahukan sebahagian perkara ghaib melalui wahyu-Nya kepada rasul yang Dia kehendaki. Allah s.w.t. berfirman: (Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diredhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Surah al-Jin 72: 26 & 27)
Dalam hal ini, Sheikh Soleh bin Abdullah al-Fauzan menyatakan: “Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib dengan apa jua kaedah - selain yang dikecualikan oleh Allah kepada para rasul-Nya (melalui wahyu-Nya) - maka dia adalah pendusta, kafir, sama ada melalui kaedah membaca tapak tangan, gelas, perdukunan, sihir, perbintangan (zodiak) atau lainnya.” (Lihat kitab At-Tauhid, hlm. 30, karya Shiikh Soleh bin Abdullah al-Fauzan, Penerbit Darul Qasim, Cet. 2, Thn. 1421H/2000M)
Beliau juga menyatakan: “Maka barangsiapa mengaku mengetahui perkara ghaib atau membenarkan orang yang mengaku mengetahui hal itu, maka dia musyrik, kafir. Karena dia mengaku mengetahui seolah-olah menyamai Allah dalam perkara yang termasuk kekhususan-kekhususan-Nya.” (Lihat kitab at-Tauhid, hlm. 31, karya Sheikh Soleh bin Abdullah al-Fauzan, Penerbit Darul Qasim).
Dengan demikian, perdukunan dan ramalan zodiak adalah sama-sama haram. Kemudian, perlu diketahui, yang dimaksudkan dengan dukun di sini, ialah yang bahasa arabnya adalah disebut sebagai “kahin” atau “‘arraf”, yaitu orang yang mengaku mengetahui perkara-perkara yang ghaib, apa yang akan terjadi, tempat barang hilang/disembunyikan, mengenali pencuri barang, isi hati orang dan seumpamanya, walaupun di kalangan masyarakat dikenali dengan sebutan kyai, orang pintar, tok bomoh, ustaz, orang tua, pak tabib, atau sebagainya. Mendatangi dukun seperti ini haram hukumnya. Barangsiapa mendatanginya dan bertanya sesuatu kepadanya, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Nabi s.a.w. bersabda:
Barangsiapa mendatangi ‘arraf, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima darinya shalat selama 40 hari. (Hadis Riwayat Muslim, no. 2230).
Sekadar bertanya saja (kepada tukang ramal), ini hukumnya haram, berdasarkan hadis diatas (yang artinya), “Barangsiapa mendatangi ‘arraf lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima darinya shalat 40 hari. (Hadis Riwayat Muslim, 2/230). Penetapan ancaman “tidak akan diterima shalatnya 40 hari” bagi si penanya menunjukkan keharamannya. Karena tidak ada ancaman, kecuali terhadap perkara yang diharamkan.
Bertanya kepada dukun, meyakininya dan menganggap (benar) perkataannya. Ini adalah termasuk dalam hal (yang menjurus kepada) kekafiran, karena pembenarannya terhadap dukun tentang pengetahuan hal-hal yang ghaib, berarti mendustakan terhadap apa yang ditunjukkan oleh al-Qur’an.
Bertanya kepada dukun untuk mengujinya, apakah dia orang yang benar atau pendusta, dengan urusan bukan untuk mengambil perkataannya. Maka ini tidak mengapa dan tidak termasuk (larangan) di dalam hadis (di atas). Karena Nabi s.a.w. pernah bertanya kepada lbnu Shayyad untuk mengujinya. Bertanya kepada dukun untuk menampakkan kelemahan dan kedustaannya, ini suatu hal yang (hukumnya) wajib atau dituntut.
Wallahu a’lam bis shawab....
0 comment:
Posting Komentar