Sifat ar-Rahman
dan ar-Rahim (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Ini menunjukkan
bahwa orang mukmin wajib memiliki sifat pemurah dan suka berderma kepada sesama
manusia pada khususnya, ketika mempunyai kelebihan harta atau materi kepada
pihak lain yang dipandang memerlukannya. Sebaliknya, Allah SWT tidak
memperkenankan kepada orang mukmin mempunyai sifat bakhil dan dengki, iri hati
terhadap sesamanya. Sifat pemurah dapat berupa sedekah, membayar zakat,
berderma kepada anak yatim, berderma kepada orang yang dalam perjalanan
menuntut ilmu (ibnu sabil) dan lainnya, seperti diperintahkan oleh Allah
SWT pada beberapa tempat, antara lain dalam surat at-Taubah ayat 60:
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$#
Ïä!#ts)àÿù=Ï9
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur
$pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur
öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur
Îûur È@Î6y «!$#
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$#
3 ª!$#ur
íOÎ=tæ ÒOÅ6ym
Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.
Dan dalam surat
al-Baqarah ayat 177 disebutkan:
tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm Írs 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$#
…dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya.
Dan dalam surat
adh-Dhuha ayat 9-10 disebutkan:
$¨Br'sù zOÏKuø9$# xsù öygø)s? $¨Br&ur @ͬ!$¡¡9$# xsù öpk÷]s?
Terjemahnya: Adapun terhadap
anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
Kewajiban zakat,
sedekah itu banyak hikmahnya, seperti menghindari kecemburuan, hasud dan
sebagainya. Sedang hasud (dengki) dilarang Allah dan Rasul-Nya. Tentang
larangan hasud, dengki, provokasi, purbasangka ini dinyatakan dalam
suatu hadits, sebagai berikut:
عن أبي هريرة رضي
الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إياكم والظن فإن الظن أكذب
الحديث، ولا تحسّسوا ولا تجسسوا ولا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تدابروا وكونوا عباد
الله إخوانا كما أمركم الله تعالى: المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا
يحقره بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم، كل المسلم على المسلم حرام: ماله ودمه
وعرضه. إن الله ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم، التقوى
ههنا، التقوى ههنا، التقوى ههنا، يصير الى صدره. (متفق عليه)
“Jauhkanlah purbasangka, karena
purbasangka itu sedusta-dustanya pembicaraan. Jangan kamu mendengar-dengarkan
(menyiarkan, menyebarkan) pembicaraan, memeriksa aib (kejelekan) seseorang,
hasud-menghasud, bakar-membakar amarah dan biar-membiarkan (memberi peluang)
(orang lain teraniaya). Jadilah sebagai hamba Allah yang bersaudara,
sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT (bahwa) orang Islam itu adalah saudara
bagi orang Islam (lainnya). Karena itu, tidak pantas menganiaya, membiarkannya
dan menghinanya. Cukuplah seseorang tergolong jelek dengan penghinaannya
terhadap saudaranya yang muslim. Setiap orang Islam terhadap orang Islam
lainnya diharamkan hartanya, darahnya, dan kehormatannya. Sungguh Allah itu
mengetahui isi hatimu dan amalan-amalanmu sekalian. Taqwa itu di sini
tempatnya, taqwa itu di sini tempatnya, taqwa itu di sini tempatnya, dan beliau
memberi isyarat ke arah dadanya. (Muttafaqun alaih).
Dalam hadits lain
dinyatakan sebagai berikut:
لا يدخل الجنة قتات. وفي
رواية نمام (متفق عليه)
Ahli desas-desus (tukang fitnah,
tukang adu domba) tidak dapat masuk surga. Dalam suatu riwayat disebutkan “Nammam”
(provokator, tukang fitnah). (Muttafaqun alaih)
Qattah
adalah upaya untuk menyebarluaskan sesuatu, kemudian hasil pendengaran yang
tidak atau belum jelas disampaikan kepada orang lain. Dengan demikian
penyampaian itu masih merupakan desas-desus (isu-isu). Sedang namimah atau
namim ialah memindahkan pembicaraan seseorang kepada orang lain dengan
maksud untuk memfitnah, mengkhianati atau menimbulkan mafsadah,
kerusakan, kebencian dan kerusakan lainnya. Dengan kata lain, namimah
adalah provokasi.
Menurut
al-Ghazali, namimah (provokasi) ialah upaya-upaya yang dapat menimbulkan
rasa kebencian, baik bagi pihak penerima, orang yang berupaya maupun bagi pihak
ketiga. Upaya-upaya yang dilakukan itu berupa tulisan, lisan, isyarat maupun
simbol-simbol. Menurutnya, hakekat namimah (provokasi) adalah tersiarnya
rahasia dan tersebarnya hal-hal yang seharusnya tersimpan yang tidak diinginkan
jika terbuka.