Tampilkan postingan dengan label organisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label organisasi. Tampilkan semua postingan

8 Januari 2010

MODEL/GAYA KEPEMIMPINAN DAN PENERAPANNYA

Pemimpin adalah pribadi yang memiliki ketrampilan teknis, khususnya dalam satu bidang, hingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas.

Kepemimpinan merupakan kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George Terry). Sedangkan menurut Terry & Rue (1985), kepemimpinan ialah hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas yang diinginkan.

Sanusi (1989), juga mengungkapkan kepemimpinan ialah penyatupaduan dari kemampuan, cita-cita, dan semangat kebangsaan dalam mengatur, mengendalikan, dan mengelola rumah tangga maupun organisasi atau rumah tangga negara. Sedangkan dalam SK BAKN No.27/KEP/1972, kepemimpinan adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara optimal.

Sementara itu, menurut Stogdill (1974) definisi pemimpin adalah fokus dari proses kelompok, penerimaan kepribadian seseorang, seni mempengaruhi perilaku, alat untuk mempengaruhi perilaku, suatu tindakan perilaku, bentuk dari ajakan (persuasi), bentuk dari relasi yang kuat, alat untuk mencapai tujuan, akibat dari interaksi, peranan yang diferensial, dan pembuat struktur.

Dengan demikian, definisi kepemimpinan bahwa berbeda menurut sudut pandang masing-masing. Namun demikian ada kesamaan dan mendefinisikan kepemimpinan yakni mengandung makna mempengaruhi orang lain untuk berbuat seperti yang pemimpin kehendaki. Jadi yang dimaksud kepemimpinan adalah ilmu dan seni mempengaruhi orang atau kelompok untuk bertindak seperti yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, karena kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia bagi suatu organisasi. Tugas dasar pemimpin adalah membentuk dan memelihara lingkungan di mana manusia bekerja sama dalam suatu kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas, mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan aktivitas manajerial yang penting di dalam setiap organisasi khususnya dalam pengambilan kebijakan dan keputusan sebagai inti dari kepemimpinan.

A. Model Kepemimpinan

Plato (427-347) yang dalam bukunya berjudul Republic, membagi tiga gaya kepemimpinan, yaitu 1) filosofer (pemikir), 2) militer (otoriter), dan 3) entrepreneur. Beberapa kepemimpinan yang banyak mempengaruhi perilaku pengikutnya. Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang oleh seseorang pada saat orang itu mempengaruhi perilaku orang lain.

Berbicara mengenai gaya, sesungguhnya berbicara mengenai ‘modalitas’ dalam kepemimpinan. Gaya kepemimpinan seseorang akan identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan.

Secara rinci Siagian (1994: 27) membagi lima gaya kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, yaitu :

1. Tipe Otokratik

Pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif.

Di lihat dari persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Sikap egoisme tersebut akan memberi tekanan kepada bawahannya. Sehingga kedisiplinan yang tertanam berdasarkan rasa ketakutan, bukan disiplin yang sudah semestinya dijalankan.

Kepemimpinan otokratik mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya sangat berambisi untuk merajai situasi, setiap perintah dan bijakan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahan. Meski pemimpin otokratik selalu berdiri jauh dari kelompoknya, jadi ada sikap menyisihkan diri dan eksklusivisme. Pemimpin otokratik senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, dan merajai keadaan.

Dalam Veithzal Rivai, sikap-sikap pemimpin otokrat dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Kurang mempercayai anggota kelompoknya

2) Otoriter

3) Hanya dengan imbalan materi sajalah yang mampu mendorong orang untuk bertindak.

4) Kurang toleransi terhadap kesalahan yang dilakukan anggota kelompok

5) Peka terhadap perbedaan kekuasaan

6) Kurang perhatian kepada anggota kelompoknya

7) Memberikan kesan seolah-olah demokratis

8) Mendengarkan pendapat anggota kelompoknya semata-mata hanya untuk menyenangkan

9) Senantiasa membuat keputusan sendiri.

Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan yang :

1) Menuntut ketaatan penuh dari bawahannya

2) Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan

3) Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi

4) Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan

Harus diakui, bahwa hanya efektifitas semata-mata yang diharapkan dari seorang pemimpin dalam mengemudikan jalannya organisasi, tipe otokratik mungkin mampu menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinannya dengan baik.

Akan tetapi yang dipermasalahkan di sini adalah tekanan yang dirasakan oleh para bawahan, sehingga disiplin ketat berjalan karena rasa takut dari paksaan atasan bukan karena berdasarkan keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai.

Maka dari itu, kepemimpinan yang otokratik sangat dikaitkan dengan kekuasaan mengambil tindakan yang punitif. Biasanya, apabila kekuasaan mengambil tindakan punitif itu tidak lagi dimilikinya, ketaatan para bawahan segera mengendor dan disiplin kerjapun segera mengendor.

2. Tipe Paternalistik

Gaya paternalistik adalah gaya kepemimpinan dari pemimpin yang bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

1) Kuatnya ikatan primordial,

2) Sistem kekeluargaan,

3) Kehidupan masyarakat yang komunalistik,

4) Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,

5) Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.

Salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota kepada seseorang yang dituakan.

Orang yang dituakan, dihormati terutama karena orang yang demikian biasanya memproyeksikan sifat-sifat dan gaya hidup yang pantas dijadikan teladan atau panutan oleh para anggota masyarakat lainnya. Biasanya orang yang dituakan terdiri dari tokoh-tokoh adat, para ulama dan guru.

Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternialistik, mempunyai sifat tidak mementingkan diri sendiri melainkan memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi, legitimasi kepemimpinannya berarti penerimaan atas perannya yang dominan dalam kehidupan organisasional.

Selain dari itu, Kartini Kartono juga mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan ini merupakan tipe yang kebapakan, dengan sifat-sifat :

1) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan

2) Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective)

3) Jarang bisa memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri

4) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif

5) Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan karya kreatifitas mereka sendiri

6) Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar.

Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diperlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifat-sifat negatifnya pemimpin paternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.

3. Tipe Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut, meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.

Pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi, daya tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.

Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mempunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan, profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.

4. Tipe Laissez Faire

Kepemimpinan Laissez Faire ditampilkan oleh seorang tokoh “Ketua Dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggungjawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya.

Seorang pemimpin yang Laissez Faire melihat perannya sebagai “polisi lalu lintas” dengan anggapan para anggota organisasi mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada peraturan permainan yang berlaku. Seorang pemimpin yang Laissez Faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.

Ada beberapa ciri yang terdapat dalam diri pemimpin tersebut:

1) Tidak yakin pada kemampuan sendiri

2) Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok

3) Tidak berani menanggung resiko

4) Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok

Dapat juga diartikan bahwa pemimpin laissez faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua anggota yang dipimpinnya bersikap santai-santai, dan bermoto “lebih baik tidak usah bekerja saja”. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol.

5. Tipe Demokratik

Tipe kepemimpinan demokratis dapat juga disebut sebagai pemimpin yang partisipatif, selalu berkomunikasi dengan kelompok mengenai masalah-masalah yang menarik perhatian mereka dan mereka dapat menyumbangkan sesuatu untuk menyelesaikannya serta ikut serta dalam penetapan sasaran.

Pemimpin tipe ini, menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan dan buruh, tetapi sebagai saudara tua di antara teman-temannya atau sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.

Dalam melaksanakan tugasnya, ia mau menerima dan mengharapkan saran-saran dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para anggota diterimanya sebagai umpan balik dan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan berikutnya.

Adapun ciri pemimpin yang demokrat meliputi :

1) Membuat keputusan bersama dengan anggota kelompok

2) Selalu menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok

3) Feed back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga

4) Mengkritik dan memuji secara obyektif.

Jika model kepemimpinan dapat disinonimkan dengan tipe, dari sini dapat dijelaskan sendiri mengenai gaya kepemimpinan, yakni :

a. Pencari kegembiraan

Adalah orang-orang yang mengambil resiko, ketika marah menjadi agresif atau pasif, adalah pendiri dan pencipta, memiliki artikulasi verbal dan banyak bicara, antusias, termotivasi dan suka akan kesenangan, suka menghibur, bersemangat menolong orang lain, terkadang sulit diorganisir dan suka melompat-lompat dari satu aktivitas ke aktivitas lain.

b. Pencari rinci/detail

Adalah orang-orang yang menanyakan bagaimana, akan menanyakan detail secara spesifik, mengukur banyak waktu yang anda gunakan dalam proyek, sensitif dan akurat, perfeksionis, berkonsentrasi pada detail, mengecek keakuratan, mengikuti petunjuk dan standar, menyukai struktur dan pemikir praktis, mematuhi otoritas, bekerja pelan tapi pasti.

c. Pencari hasil

Adalah orang-orang yang bertanya tentang apa dan kapan, membuat pernyataan, memberitahukan orang lain tentang apa yang harus dilakukan, tidak mentolerir kesalahan, tidak memiliki perasaan pada orang lain, menyepelekan saran dari orang lain, berani menghadapi resiko, sanggup berkompetensi, bermain untuk menang, menerima tantangan, percaya diri, terkontrol, tidak suka kelambanan, dan mandiri.

d. Pencari keharmonisan

Adalah orang bertanya mengapa, mempertahankan hubungan, tipe pembimbing/tipe keibuan, memiliki masalah-masalah dunia, kalem (calm), tidak suka mengambil inisiatif, loyal, penuh perhatian, posesif, suka orang lain, tetap tinggal pada satu tempat, penyabar, dan memiliki kehangatan, konsentrasi pada tujuan, pendengar yang baik, pengambil keputusan yang lamban, tidak suka konflik interpersonal, takut akan ketidakharmonisan dan takut salah.

B. Penerapan Tipe Kepemimpinan

Dalam penerapannya, kepemimpinan yang baik justru tidak dihasilkan oleh satu macam tipe kepemimpinan tertentu melainkan oleh kemampuan untuk tahu "kapan" menggunakan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan.

Semakin terbiasa seorang mengambil posisi play maker, semakin matang gaya kepemimpinannya. Dulu kepemimpinan seseorang terbentuk secara pasif dan alamiah melalui proses panjang. Namun saat ini hal tersebut dapat di konstruksi secara sengaja, apabila diinginkan.

Daniel Goleman, ahli di bidang EQ, melakukan penelitian tentang tipe-tipe kepemimpinan dan menemukan ada 6 (enam) tipe kepemimpinan. Penelitian itu membuktikan pengaruh dari masing-masing tipe terhadap iklim kerja perusahaan, kelompok, divisi serta prestasi keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian itu juga menunjukkan, hasil kepemimpinan yang terbaik tidak dihasilkan dari satu macam tipe. Yang paling baik justru jika seorang pemimpin dapat mengkombinasikan beberapa tipe tersebut secara fleksibel dalam suatu waktu tertentu dan yang sesuai dengan bisnis yang sedang dijalankan.

Memang, hanya sedikit jumlah pemimpin yang memiliki enam tipe tersebut dalam diri mereka. Pada umumnya hanya memiliki 2 (dua) atau beberapa saja. Penelitian yang dilakukan terhadap para pemimpin tersebut juga menghasilkan data, bahwa pemimpin yang paling berprestasi ternyata menilai diri mereka memiliki kecerdasan emosional yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada umumnya mereka menilai bahwa dirinya hanya memiliki satu atau dua kemampuan kecerdasan emosional. Namun yang paling ironi adalah pemimpin yang payah justru menilai diri mereka secara “lebih” berlebihan dengan menganggap bahwa mereka punya 4 (empat) atau lebih kemampuan kecerdasan emosional.

Dilihat dari kacamata psikologis, bahwa orang yang gemar bermain kuasa pada umumnya dahulu di masa kecilnya terlalu dimanja atau terlalu tertekan. Maka setelah dewasa, ketika orang tersebut menjadi pemimpin tidak mampu membuang traumanya. Suasana manja dan tertekan dan sistem resistansinya kemudian menyusup ke bawah sadarnya menjadi program pengontrol bagi sikapnya sehari-hari di kala mereka dewasa. Bentuknya antara lain kompensasi semu, merasa paling bagus, paling hebat, tidak mau disaingi, temperamennya cepat marah, dan sifat-sifat negatif lainnya. Untuk menjaga kehebatannya, jika ada serangan terhadap dirinya, maka serangan itu harus dihancurkan. Dan jika tidak mampu, jangan ditanggapi bahkan pura-pura tidak tahu, supaya kehebatannya tidak tertandingi.

KESIMPULAN

Kepemimpinan adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi, kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk keberhasilan/kegagalan dari suatu organisasi.

Pada prinsipnya, kepemimpinan tidak hanya berkenan dengan tipe/teori yang ditampilkan oleh pemimpin, karena tidak satu teori/tipe yang dapat diterapkan secara konsisten pada beragam situasi organisasi. Karena itu, penerapan tipe/teori kepemimpinan tidak lebih penting daripada persoalan kemampuan pemimpin memperlakukan semua unsur personel secara manusiawi, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan berkualitas sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.

DAFTAR PUSTAKA

Siagian, Sindang P., Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Rivai, Veithzal, Kiat Memimpin dalam Abad ke-21, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, cetakan khusus.

Abror, Abd. Rahman, Kepemimpinan Pendidikan Bagi Perbaikan dan Peningkatan Pengajaran, terjemahan dari “Leadership for Improving Instruction”, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1984.



Share:

6 Januari 2010

KONSEP MANAJEMEN PENDIDIKAN

Konsep Manajemen

Manajemen adalah kekuatan utama dalam organisasi mengatur atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan sub-sub sistem dan menghubungkannya dengan lingkungan. Manajemen merupakan suatu proses di mana sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan lainnya lalu diintegrasikan menjadi suatu sistem menyeluruh untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Manajer bertanggung jawab mengintegrasikan unsur-unsur manusia, mesin dan uang dan lain-lain menjadi produktif. Manajer berupaya mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kearah pencapaian tujuan-tujuan sistem organisasi.

Ada dua jenis pendekatan yang dapat digunakan untuk mempelajari manajemen, yakni :

1) Memperlihatkan proses-proses administratif, yang terdiri dari; perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

2) Mempelajari sub sistem organisasi, yang meliputi tugas-tugas;

a. Strategi: menghubungkan organisasi dengan lingkungan, dan mendesain secara komprehensif sistem dan rencana.

b. Koordinasi: mengintegrasikan kegiatan-kegiatan di dalam organisasi

c. Operasi: melaksanakan pencapaian tujuan-tujuan secara efektif dan efisien.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut dibutuhkan sistem lingkungan, perspektif waktu, pendapat, proses umum, dan teknik membuat keputusan.

Manajemen dalam organisasi merupakan koordinasi usaha kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Koordinasi itu terutama dipengaruhi oleh : (1) melalui orang-orang, (2) lewat teknik-teknik, (3) di dalam suatu organisasi, dan (4) ke arah tujuan-tujuan. Pada pokoknya manajemen adalah proses pengintegrasian sumber-sumber manusiawi dan material ke dalam suatu sistem keseluruhan untuk mencapai tujuan.

Sistem manajerial, adalah alat yang mempertalikan subsistem-subsistem primer dalam organisasi, yang terdiri dari lingkungan supra sistem, teknologi, dan sistem psikososial. Lingkungan supra sistem menyediakan keadaan atau suasana di mana organisasi berfungsi. Teknologi secara langsung dihubungkan dengan struktur organisasi. Psikososial menyediakan internal atmosphere bagi operasi-operasi harian. Jadi peranan utama sistem manajerial adalah mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ke arah pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Manajerial

Kegiatan untuk mempelajari sistem manajerial dapat dilakukan dengan cara : (1) menganalisis peranan manajer dalam bermacam-macam keadaan institusional; (2) melakukan analisis secara rinci terhadap proses manajemen.

Cara pertama, ialah melakukan analisis perbandingan dan mempertentangkan peranan manajerial sesuai dengan fungsi-fungsi dalam berbagai organisasi, seperti organisasi Perusahaan, Pemerintahan, Lembaga Pendidikan, dan sebagainya. Dengan cara ini akan diperoleh informasi yang berharga tentang penyebaran dan universalitas tentang sistem manajerial. Cara kedua, mempelajari proses manajemen sesuai dengan tahap-tahap pada fungsi-fungsi manajemen, yakni: perencanaan, assembling resources, pengorganisasian, motivasi dan kontrol; atau dapat disederhanakan menjadi perencanaan, pengorganisasian, dan kontrol; atau lebih disederhanakan lagi, yakni perencanaan dan pelaksanaan (implementasi).

Pembuatan keputusan adalah proses yang fundamental dalam sistem manajerial, karena merupakan tingkah laku manusia yang mendasar, yang senantiasa terarah ke tujuan tertentu. Tingkah laku manusia itu merupakan urutan daripada langkah-langkah pembuatan keputusan berdasarkan pilihan dari berbagai alternatif. Pembuatan keputusan dalam organisasi dilakukan pada tahap-tahap perencanaan, pengorganisasian, dan kontrol (pengawasan).

Konsep Sistem Perencanaan

Perencanaan adalah proses manajerial dalam menentukan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dalam perencanaan digariskan tujuan-tujuan yang akan dicapai dan dikembangkan pula program kerja untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Perencanaan diperlukan oleh suatu organisasi, karena:

a. Berguna dalam rangka menghadapi masa depan yang dapat dikatakan belum tentu kepastiannya,

b. Organisasi senantiasa beroperasi dalam lingkungan yang selalu berubah,

c. Yang membutuhkan penyesuaian dan inovasi secara berkesinambungan, yang berbarengan dengan,

d. Kemajuan teknologi terhadap organisasi, sehingga,

e. Perencanaan itu sangat berguna bagi sang manajer dalam mengendalikan organisasi yang dipimpinnya.

Ini berarti, bahwa perencanaan pada hakikatnya merupakan integrasi kegiatan secara komprehensif dengan memaksimalkan seluruh efektifitas suatu organisasi sebagai suatu sistem menyeluruh untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Perencanaan sebagai kerangka bagi suatu sistem integrasi keputusan, melalui langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Menilai keadaan politik, ekonomi, persaingan dan teknologi yang akan datang.

(2) Menjejaki nilai-nilai, minat, aspirasi, baik dari manajer maupun dari para anggota.

(3) Menggambarkan peranan sosio-ekonomi yang diinginkan dalam lingkungan untuk masa depan.

(4) Menganalisis sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan organisasi untuk melaksanakan peranan-peranan yang diinginkan itu.

(5) Menggariskan strategi masa depan.

(6) Mengembangkan tujuan-tujuan khusus sesuai dengan rencana strategi.

(7) Menjabarkan perencanaan secara rinci dan kontrol penggunaan sumber-sumber.

(8) Menyediakan sumber komunikasi dan informasi.

(9) Menggariskan sistem informasi umpan balik dan kontrol untuk menentukan kemajuan yang telah dicapai dan masalah-masalah yang timbul dan perlu diperhatikan.

Perencanaan disusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut :

(1) Penyusunan keseluruhan tujuan, terus

(2) Mengembangkan rencana strategis, kemudian

(3) Mengembangkan rencana tingkat menengah, dan akhirnya

(4) Mengembangkan rencana operasional.

Tujuan organisasi yang dirumuskan secara jelas dan rencana strategi yang tepat akan membantu penyusunan rencana yang sistematik pada tingkat terendah (operasional). Perumusan tujuan secara operasional sangat berguna atau bermanfaat dalam hal :

a. Sebagai dasar untuk mengintegrasikan perencanaan dan bermacam-macam kegiatan unit operasional.

b. Sebagai dasar perencanaan yang lebih khusus dalam rangka pendelegasian tugas-tugas dan desentralisasi pelaksanaan rencana kerja.

c. Sebagai standard tingkah laku yang mesti dilaksanakan oleh semua tenaga yang terlibat dalam organisasi.

d. Sebagai fungsi kontrol untuk mengetahui hingga mana rencana telah dilaksanakan, hambatan-hambatan apa yang dihadapi, dan sebagainya.

e. Sebagai dasar motivasi bagi personal dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai prestasi kerja optimal.

Perencanaan memiliki sifat multidimensional, yakni:

1) Repetiveness (yang disebut standing plans) dan non repetiveness (single use plans)

2) Time span : perencanaan jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

3) Scope: rencana komprehensif dan rencana strategis

4) Steiner: perencanaan strategis, program jangka menengah dan jangka pendek yang disertai dengan rencana biaya yang rinci.

5) Subsistem: subsistem strategis, subsistem koordinatif, dan subsistem operasional.

6) Flexibility: ada rencana yang kaku (misal: Cook’s planning approach), dan ada rencana yang memiliki banyak alternatif (seperti: Lewis and Clark planning approach).

Suatu model perencanaan terdiri dari :

1) Perencanaan Strategis: yang dikembangkan oleh manajemen yang lebih tinggi, yang berjangka panjang.

2) Perencanaan Medium: yang dikembangkan oleh koordinasi subsistem, berjangka sedang, ruang lingkupnya fungsional dan relatif lebih menetap.

3) Perencanaan Jangka Pendek: yang dikembangkan dalam subsistem operasional, berjangka pendek, ruang lingkup dan kegiatannya terbatas, lebih pasti (fixed) dan terinci.

Pendekatan sistem menitikberatkan pada integrasi kegiatan-kegiatan pada fungsi manajerial: perencanaan, pelaksanaan (action) dan kontrol, yang satu dengan lainnya tak dapat dipisah-pisahkan.

Konsep Sistem Organisasi

Ada beberapa tafsiran tentang organisasi sesuai dengan sudut mana dan penekanan apa yang diberikan. Ada yang menekankan pada interpelasi sistematis antara orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan; ada yang menekankan pada segi sosial atau human; dan ada pula yang mencari analoginya dengan Biologi. Pada pokoknya dalam setiap organisasi terdapat unsur-unsur: orientasi pada tujuan, sistem psikososial, sistem teknis, integrasi kegiatan-kegiatan. Teori tentang organisasi harus dipelajari secara interdisipliner, menggunakan berbagai cabang disiplin ilmu pengetahuan.

Bentuk organisasi yang utama dan yang paling sederhana adalah keluarga, yang kemudian berkembang menjadi suku, desa, bangsa, negara. Selain dari itu, juga terjadi evolusi organisasi-organisasi yang tadinya bersifat informal kemudian menjadi organisasi-organisasi yang bersifat formal. Pada abad terakhir ini telah berkembang organisasi-organisasi yang lebih luas dan lebih kompleks. Dewasa ini organisasi yang besar dan kompleks itulah yang lebih menonjol sesuai dengan kebutuhan, baik secara profesional maupun secara praktis. Perubahan evolutionistic ini terjadi pula pada standard, norma, di samping penyesuaian-penyesuaian juga terjadi konflik antar nilai-nilai tersebut.

Organisasi bisnis, tujuan utamanya adalah produksi dan distribusi material serta jasa. Ciri-cirinya adalah:

a. Terjadi pertumbuhan dalam luasnya organisasi, yakni pertumbuhan menjadi kompleks melalui interaksi vertikal dan interaksi horizontal

b. Beroperasi secara multi nasional, dalam arti melakukan ekspansi internasional dalam sistem sosio kultural yang baru

c. Struktur organisasi lebih cenderung ke arah spesialisasi bagi para karyawannya sebagai akibat mekanisasi dan perkembangan manajemen

d. Terdapat diversitas tujuan-tujuan individual dalam unit-unit organisasi, dan kemudian diperlakukan pula bermacam-macam subsistem.

e. Organisasi menjadi lebih dinamis ke arah tuntutan-tuntutan lingkungan beroperasinya organisasi tersebut.

f. Tuntutan lingkungan menyebabkan perubahan dalam organisasi, organisasi menjadi bagian integral dari masyarakat, dan terdapat kekuatan yang dapat menghambat dan merubah peranan organisasi.

Organisasi tradisional, menekankan pada struktur organisasi, hubungan hirarkis, otoritas, spesialisasi dan span of control, serta garis hubungan staf. Konsep tradisional ini dirubah secara substansi oleh pandangan Behavioristik, yang lebih mengutamakan kebutuhan pribadi dan sosial para anggota organisasi. Model behavioral adalah permulaan dari konsep organisasi sebagai sistem keseluruhan yang mengarahkan dan menuntun individu-individu, kelompok-kelompok informal, hubungan-hubungan intergroup dan struktur formal.

Menurut pandangan modern, organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian atau variabel yang saling bergantungan secara timbal balik suatu regu sosial dalam sistem masyarakat yang lebih luas. Organisasi adalah suatu sistem sosio-teknik yang berstruktur dalam hubungan interaksi dengan lingkungan. ‘Ia’ menerima input dalam bentuk tenaga, informasi materi dari lingkungannya dan mengembalikannya dalam bentuk output kepada lingkungan. Dalam organisasi terdapat banyak subsistem sebagai komponen-komponen utama, seperti: tujuan-tujuan dan nilai-nilai, subsistem teknik, subsistem psikososial, subsistem struktural dan subsistem manajerial. Fungsi manajerial dalam keseluruhan organisasi dalam hubungan dengan lingkungannya adalah: menentukan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, dan kontrol atas kegiatan-kegiatan tertentu organisasi tersebut. Jadi organisasi modern menganut pendekatan sistem. Karena itu perlu dicari pola hubungan dan sistem desain organisasi yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan variabel, baik dalam internal subsistem maupun dalam lingkungan eksternal.

Komponen-Komponen Organisasi

Suatu organisasi meliputi tiga komponen (subsistem), yakni: operasi, koordinasi, dan strategi. Komponen operasi bertalian dengan kegiatan-kegiatan substantif yang terdiri dari input-proses-output. Manajemen terhadap kegiatan ini memerlukan banyak keputusan dan dalam waktu yang relatif pendek. Komponen strategi bertalian dengan batas antara organisasi dan lingkungannya, dalam waktu yang panjang dan memerlukan pembuatan keputusan yang bermutu dan penuh pertimbangan. Komponen koordinasi merupakan integrasi antara kedua komponen/subsistem sebelumnya dalam waktu jangka pendek dan jangka panjang.

Konsep Sistem Kontrol

Kontrol adalah fungsi dari sistem yang mengadakan penyesuaian dalam hubungan konfirmasi terhadap rencana, sejalan dengan sistem tujuan-tujuan. Kontrol dijalankan melalui jalinan jalannya informasi yang relevan.

Sistem kontrol memiliki unsur-unsur: kondisi atau controlled characteristic yakni suatu ciri atau kondisi yang dikontrol, sensor yakni suatu ciri atau kondisi, comparator yakni individu atau unit alat yang membandingkan pengukuran dengan rencana atau ukuran, activator yakni individu atau unit atau mekanisme yang mengarahkan tindakan terhadap perubahan dalam sistem pelaksanaan.

Informasi adalah medium daripada kontrol, sebab memberikan data sensoris dan informasi korektif terhadap sifat atau kondisi dari sistem yang akan dikontrol. Kontrol dilakukan terhadap hal-hal tertentu saja (selected item) yang berhubungan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam sistem operasi. Informasi yang diperbandingkan dengan sistem standard perlu dinyatakan dalam satu bahasa. Sebaiknya dilakukan dengan prosedur sampling. Antara rencana dan output information diukur dengan norma-norma tertentu untuk menentukan tingkah laku yang diharapkan, sehingga dapat dilihat apakah rencana itu fleksibel atau tidak. Unit reactor merespon terhadap informasi yang diterima dari comparator dan kemudian melakukan pekerjaan korektif. Apakah dipergunakan “machine to machine system” maka output korektif itu disusun dalam network, atau kalau menggunakan man to man system, maka individu harus menilai ketepatan dari feedback information, signifikansi variasi, maknanya bagi stabilitas.

Kontrol diklasifikasikan menjadi tiga kategori: (1) Kontrol terbuka atau tertutup, (2) Kontrol manusia atau mesin, (3) Kontrol organisasi atau operasional.

Dalam sistem tertutup semua unsur menjadi bagian integral dari sistem. Sistem kontrol sudah diidentifikasikan dari pada kontrol dengan manusia, dan biasanya memang sistem kombinasi manusia-mesin. Dalam kontrol organisasi, diperhatikan apakah sistem disain telah aktif dan efisien. Sedangkan kontrol operasional, ialah untuk mengukur output harian.

Masalah yang dihadapi dalam kontrol, ialah: (a) sulitnya mengukur output yang bersifat subjektif dan pengaruh faktor-faktor psikologis dan sosiologis yang bersifat kualitas, (b) terjadi kekeliruan data sehingga mempersulit pertimbangan, (c) masalah salahnya ukuran yang dipergunakan terhadap apa yang diharapkan.

Konsep Sistem Informasi

Informasi adalah merupakan fakta, data dan pengetahuan. Fakta adalah sesuatu yang terjadi di dalam dunia nyata. Data adalah fakta-fakta yang diperoleh dari penelitian empiris. Sedangkan pengetahuan adalah fakta-fakta atau data yang dikumpulkan dengan cara tertentu. Informasi berguna dalam menjelaskan sesuatu keadaan yang tidak pasti dan berguna dalam rangka membuat keputusan.

Teori informasi atau teori matematis dari komunikasi merupakan alat yang sangat penting untuk mempelajari bermacam-macam sistem. Teori informasi terbagi menjadi tiga daerah yang penting: sistem komunikasi, teori matematik dan bermacam-macam pertimbangan yang digunakan dalam ilmu alam dan biologi. Teknologi informasi adalah penggunaan pengetahuan terhadap pelaksanaan tugas-tugas organisasi, misalnya dalam rangka mentransformasikan input menjadi output.

Informasi ditransmisikan melalui proses komunikasi, komunikasi dapat diartikan dengan pengiriman dan penerimaan, idea, dan sikap. Bentuknya secara langsung (interpersonal relationship atau dengan cara tidak langsung dengan surat, telepon, radio, televisi dan sebagainya), dalam organisasi dan masyarakat, dalam konsep sistem komunikasi. Proses komunikasi berlangsung sebagai berikut: sumber-informasi memberikan informasi mentah-ditransmisikan dalam bentuk signal. Dipihak lain menerima, menerima received signal dan kemudian didestinasikan. Bentuk komunikasi terdiri dari: (1) interpersonal, (2) intrapersonal dan (3) komunikasi masa. Di samping itu ada juga yang disebut man-machine system dan machine-machine communication system. Komunikasi sering menghadapi masalah-masalah, yang disebut masalah teknis (tentang ketepatan simbol-simbol), masalah semantic (tentang kebenaran simbol-simbol) dan masalah efektivitas (tentang pengaruhnya terhadap kelakuan).

Sistem informasi keputusan dalam organisasi dapat dikembangkan, baik dalam pola sistem yang natural atau informal. Organisasi disusun di sekitar sistem information flow. Di dalam sistem information keputusan yang menyeluruh yang telah disusun, maka fungsi-fungsi perencanaan dan kontrol memegang peranan yang penting.

Sistem konsep sangat penting di dalam penyusunan jalannya informasi. Keseluruhan sistem terdiri dari subsistem-subsistem daripada proses komunikasi yang disajikan sebagai aliran informasi melalui proses-proses keputusan. Proses-proses tersebut disusun dalam kerangka yang integral, yakni dalam sistem manajemen sistem informasi-informasi.

Manajemen sistem informasi (MIS), adalah manajemen yang mengatur hubungan antara sistem informasi dengan tugas-tugas managerial, yakni dengan : subsistem strategi yakni yang terutama berkenaan dengan perencanaan dan kontrol yang komprehensip; subsistem operasi, yang terutama berkenaan dengan perencanaan dan kontrol secara taktis; dan subsistem koordinasi, yang berkenaan dengan sistem pengintegrasian unit-unit fungsional yang berbeda-beda menjadi kegiatan-kegiatan yang menghubungkan subsistem operasi dan strategi. Data processing berhubungan dengan MIS. Data yang diolah ini bersumber dari luar, (seperti: sumber manusia, sumber dokumenter dan sumber fisik) dan dari dalam (bersumber dari personal, pemasaran, produksi, penemuan keuangan, dan lain-lain, yakni data yang berasal dari fungsi-fungsi organisasi).

Implikasi Konsep-Konsep Manajemen dalam Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan sebagai suatu sistem seyogyanya mengandung dua dimensi yang konsisten dan saling terkait, yakni dimensi yang berdasarkan konsep-konsep manajemen dan dimensi yang berdasarkan pada konsep-konsep pendidikan. Dengan kata lain, pengembangan suatu sistem manajemen pendidikan hendaknya berupaya memadukan kedua dimensi itu. Dalam hal ini dimensi penerapan konsep-konsep manajemen dalam manajemen pendidikan lebih mendapat perhatian kita sesuai dengan pokok bahasan yang disoroti dalam bab ini.

Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan disusun secara bertahap, yang meliputi:

1) Perencanaan pendidikan yang menyeluruh yang berskala nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam sistem pendidikan nasional. Perencanaan pada tahap ini menjadi dasar dalam rangka penyusunan perencanaan pendidikan jangka panjang.

2) Perencanaan pendidikan jangka panjang, misalnya untuk jangka selama satu pelita. Perencanaan ini tergolong sebagai perencanaan pendidikan bertingkat strategis.

3) Perencanaan pendidikan tingkat medium yang berjangka sedang dalam jangka waktu yang relatif pendek misalnya untuk jangka satu tahun atau dua tahun pertama dari pelita.

4) Perencanaan pendidikan bertingkat operasional, yang berjangka pendek, misalnya dalam jangka satu tahun/2 tahun semester. Perencanaan pendidikan ini umumnya dilaksanakan pada tingkat wilayah dan kelembagaan pendidikan.

Organisasi Pendidikan

Implikasi konsep sistem organisasi sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian di atas, mengandung implikasi tertentu dalam rangka pengembangan pendidikan. Suatu sistem organisasi pendidikan yang lengkap dan menyeluruh memiliki tiga sub sistem, yakni strategi, operasi dan koordinasi. Komponen-komponen ini terdapat pada tiap jenjang pendidikan, baik pada tingkat program maupun pada tingkat kelembagaan pendidikan.

Pengorganisasian program pendidikan nasional terdiri dari tiga jenjang, yakni tingkat pusat, tingkat propinsi, dan tingkat Kotamadya/Kabupaten. Masing-masing jenjang organisasi program pendidikan tersebut ketiga komponen (strategi, operasi dan koordinasi).

Ketiga jenjang organisasi program harus mengandung komponen strategi yakni berdasarkan dan berinteraksi dengan lingkungan di mana program itu berada, yang meliputi kebudayaan, sistem nilai, kependudukan, ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan derajat lingkungan menentukan kadar interaksinya dengan tiap jenjang organisasi program bersangkutan.

Ketiga jenjang organisasi program juga memiliki komponen operasi, yakni kegiatan-kegiatan substantif pada kategori input (misalnya: target populasi, ketegasan, siswa, sumber biaya, peralatan, dan sebagainya), proses (misalnya: kurikulum, sistem instruksional, media, evaluasi), output (yakni para lulusan baik kualitas maupun kuantitas). Kegiatan-kegiatan tersebut sudah tentu berbeda pada tiap jenjang organisasi.

Komponen koordinasi juga terdapat pada tiap jenjang organisasi program, yang memadukan antara komponen strategi dan komponen operasi, dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dengan koordinasi ini akan tercipta keseimbangan dan kesamaan tindakan dan arah kegiatan organisasi program dalam upaya mencapai tujuan program pendidikan pada masing-masing jenjang keorganisasiannya. Dengan demikian, kegiatan organisasi jangka pendek senantiasa berada dalam kerangka organisasi program jangka panjang.

Kontrol (Pengawasan) Pendidikan

Fungsi kontrol (pengawasan pendidikan) sangat pending, karena erat kaitannya dengan pelaksanaan dan hasil yang diharapkan oleh sistem pendidikan. Peranan dan kategori kontrol yang telah dikemukakan secara singkat dalam uraian di muka, kiranya mengandung implikasi tertentu terhadap sistem kontrol/pengawasan pendidikan.

1) Fungsi kontrol pendidikan tetap mengacu dalam tiga hal, yakni berfungsi sebagai sensor, komparator, dan activator. Pada fungsi sensor, kontrol pendidikan itu mendayagunakan rencana pendidikan sebagai ukuran yang dimaksudkan untuk mengukur pelaksanaan dan keberhasilan suatu rencana pendidikan.

Pada fungsi komparator bermaksud membandingkan antara hasil pengukuran dan perencanaan pendidikan yang telah dikembangkan sebelumnya. Fungsi activator dimaksudkan untuk mengarahkan tindakan manajerial bilamana terjadi suatu perubahan dalam pelaksanaan sistem pendidikan. Dengan demikian fungsi-fungsi tersebut erat kaitannya dengan kelancaran jalannya roda organisasi pendidikan, dan ketercapaian hasil pelaksanaan sistem pendidikan sesuai dengan jenjangnya.

2) Sistem kontrol pendidikan juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Apakah kontrol itu dilakukan secara terbuka atau secara tertutup? Kontrol yang dilakukan secara terbuka berarti dapat melibatkan semua orang di lingkungan organisasi dan konsekuensinya semua informasi perlu ditampung dan diperhatikan. Kontrol secara tertutup keterlibatan hanya dibatasi pada pihak-pihak terkait saja dan umumnya tidak menyelusuri semua dimensi organisasi pendidikan. Kedua cara ini sesungguhnya dapat dilakukan secara berbarengan.

b. Apakah kontrol pendidikan dilakukan oleh manusia atau oleh mesin (alat elektronik misalnya). Sistem manajemen pendidikan yang telah berkembang dewasa ini memungkinkan penggunaan kedua sistem tersebut, yakni dilakukan oleh manusia dan menggunakan alat yang canggih.

c. Apakah kontrol dilaksanakan terhadap efektivitas dan efisiensi organisasi atau terhadap hasil operasionalisasi sistem pendidikan. Kedua bentuk kontrol tersebut seyogyanya dilaksanakan dalam sistem manajemen pendidikan, karena pada dasarnya antara kegiatan organisasi pendidikan dan keberhasilan yang dicapai dalam pelaksanaan harian bersifat saling terkait dan oleh karenanya perlu dilaksanakan secara berkesinambungan.

Sistem Informasi Pendidikan

Sistem manajemen pendidikan membutuhkan sistem informasi yang harus dikelola secara baik. Kebutuhan informasi ini terasa setiap saat di mana terjadi proses pendidikan, sebab dalam proses pengelolaan itu senantiasa diperlukan data yang akurat, yang dikumpulkan dan disimpan secara akurat pula. Itu sebabnya perlu diatur sistem manajemen informasi yang khusus relevan dengan tuntutan dan permintaan sistem pendidikan.

Kebutuhan informasi tersebut telah mulai terasa sejak adanya studi kelayakan, selanjutnya pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan tahap pengujian keberhasilan pendidikan. Jadi pada hakikatnya setiap fungsi manajemen pendidikan dibutuhkan informasi untuk pembuatan keputusan. Dalam hubungan inilah konsep-konsep sistem informasi yang telah dikemukakan secara ringkas dalam uraian di muka memiliki implikasi tertentu terhadap manajemen sistem informasi pendidikan.



Share:
Diberdayakan oleh Blogger.